Pertama, izinkan saya untuk mengucapkan selamat pada semua nomine K-Award 2022. Selamat atas pencapaiannya dan semoga berhasil.
Saya ucapkan terima kasih pada pihak Kompasiana yang memberi saya kesempatan untuk kedua kalinya pada kategori yang sama. Terima kasih juga pada teman-teman Kompasianer (K-ner) yang sudah mendukung saya hingga sampai pada titik ini.
Dua kali sudah (tahun 2021 dan 2022) saya masuk nominasi Best in Opinion dan masih tidak mengerti mengapa saya yang terpilih. Padahal masih banyak K-ner lain yang jauh lebih pantas untuk menerimanya.
Banyak K-ner yang lebih cerdas, lebih berpengalaman, tulisan yang lebih berkualitas, dengan latar belakang pendidikan maupun profesional yang lebih mentereng dari saya. Mengapa harus saya lagi yang terpilih di tahun ini?
Bukan berarti saya tidak bersyukur, ya.
Saya senang dan merasa terhormat bisa bersanding dengan Kner-Kner hebat, terutama Kompasiner Inosensius I. Sigaze, Kompasianer Yana Haudy, Kompasianer Martha Weda dan Kompasianer Neno Anderias Salukh, yang sama-sama menjadi nomine Best in Opinion.
Tiga tahun saya berkompasiana dan tidak pernah terlintas sekalipun di benak saya untuk menjadi nomine atau juara dalam award tahunan ini.
Seandainya tahun ini saya tidak lagi terpilih masuk nominasi pun saya akan baik-baik saja dan tetap berkompasiana sebagaimana biasanya. Tidak apa-apa jika tahun ini saya kalah lagi.
Saya akan tetap beropini, menyuarakan keresahan tentang isu-isu yang menarik minat dan perhatian saya. Sesekali saya akan berpuisi untuk melatih imajinasi dan bermain-main dengan diksi.
Kadang opini saya tuangkan dalam bentuk puisi ketika saya sedang tidak ingin menulis panjang atau berpikir terlalu berat. Oleh karena itu, di keterangan nomine pada nama saya tertulis, "Menariknya lagi, penulis yang telah bergabung di Kompasiana sejak tahun 2019 ini, juga suka menuangkan opini dalam bentuk bait-bait puisi sederhana."