Lihat ke Halaman Asli

Luna Septalisa

TERVERIFIKASI

Pembelajar Seumur Hidup

Bagaimana Generasi Milenial Memandang dan Memaknai Pekerjaan?

Diperbarui: 22 Oktober 2022   00:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi milenial kerja (Sumber:  Pattanaphong Khuankaew via grid.id)

Malas, mudah bosan, tidak bisa menghargai proses dan "kutu loncat" adalah stereotip yang kerap dilekatkan pada generasi milenial di dunia kerja. 

Para profesional yang berusia lebih tua kerap mengeluh tentang sikap karyawan generasi ini yang dianggap tidak disiplin, tidak serius dan tidak loyal pada perusahaan. Baru bekerja setahun sudah pindah ke tempat lain. Kadang ada yang hanya bertahan kurang dari setahun. Kenapa sih mereka seperti itu? 

Generasi milenial adalah generasi yang akan menjadi angkatan kerja terbesar. Data BPS tahun 2016 menunjukkan dari 160 juta total angkatan kerja di Indonesia, hampir 40% nya atau sebesar 62,5 juta merupakan generasi milenial. 

Jumlah ini menjadi yang terbesar kedua setelah generasi X dengan 69 juta jiwa. Sementara generasi baby boomer tersisa 28,7 juta

Karakteristik generasi milenial yang berbeda dengan generasi X dan baby boomer telah memberikan warna baru dalam dunia kerja. Mau tidak mau, suka tidak suka, kehadiran mereka turut mengubah cara, sistem dan budaya kerja di banyak perusahaan. 

Sebenarnya, karyawan generasi milenial itu tidak seburuk yang distereotipkan. Alih-alih bersikap sinis, mari mengenal dulu karakteristik dan cara milenial memandang serta memaknai pekerjaan. 

Tidak Peduli Hierarki dan Birokrasi 

Bagi milenial, hierarki atau struktur organisasi hanya formalitas atas keabsahan suatu perusahaan. Mereka juga lebih percaya pada perusahaan yang tidak terlalu birokratis tapi akuntabilitasnya jelas dan transparan. 

Dalam bekerja, mereka menyukai keterbukaan dan umpan balik (feedback) sehingga dapat dengan bebas mendiskusikan ide-idenya, baik dengan rekan kerja maupun atasan

Berkontribusi Pada Dunia Melalui Pekerjaan dan Organisasi 

Menurut teori Abraham Maslow tentang kepuasan kerja, dasar dari kebutuhan manusia bekerja adalah uang (penghasilan), kemudian diikuti oleh rasa aman. 

Jika kebutuhan fisiknya sudah mapan, orang akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan sosialnya. Karena tempat kerja adalah arena sosial, kebutuhan sosial akan membantu seseorang dalam menemukan makna kerjanya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline