Lihat ke Halaman Asli

Luna Septalisa

TERVERIFIKASI

Pembelajar Seumur Hidup

Presidensi G20 dan Harapan bagi Inklusi serta Literasi Keuangan Indonesia

Diperbarui: 18 Juli 2022   12:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi Presiden Jokowi dalam pembukaan pertemuan pertama antara para menteri keuangan dan gubernur bank sentral-foto: Pool/Antara

Per 1 Desember 2021 lalu hingga nanti 30 November 2022, Indonesia resmi didaulat menjadi tuan rumah Presidensi G20. Tongkat estafet kepemimpinan G20 ini diterima langsung oleh Presiden Jokowi dari Perdana Menteri Italia, Mario Draghi, saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Roma, Italia pada 31 Oktober 2021. 

Bertepatan dengan pemulihan ekonomi global pasca pandemi Covid-19, KTT G20 tahun ini mengambil tema besar "Recover Together, Recover Stronger". Sebagai tuan rumah, Indonesia berperan dalam mengajak negara-negara seluruh dunia untuk bekerja sama memulihkan perekonomian global pasca pandemi dengan berkoordinasi mengenai kebijakan ekonomi dan keuangan sehingga dapat keluar dari krisis secara merata serta menghasilkan pemulihan jangka panjang yang berkualitas. 

Dalam rangka mendukung Presidensi G20 2022, Kompasiana bersama Bank Indonesia mengadakan lomba blog yang dapat diikuti oleh jurnalis dan Kompasianer. 

Salah satu tema yang disediakan adalah Ekonomi Inklusif bagi Perempuan, Pemuda dan Disabilitas. Lalu, apa itu ekonomi inklusif? Sudahkah kaum perempuan, pemuda dan disabilitas memeroleh kesetaraan akses keuangan? Bagaimana dengan tingkat literasi keuangan kita? Apa harapan dari Presidensi G20 bagi peningkatan inklusi dan literasi keuangan? Mari kita bahas satu per satu. 

Ekonomi Inklusif

Menurut Forum Ekonomi Dunia (WEF), yang dimaksud dengan ekonomi Inklusif adalah suatu strategi untuk meningkatkan kinerja perekonomian dengan memperluas kesempatan dan meningkatkan kemakmuran ekonomi serta memberikan akses yang luas kepada masyarakat. Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi dapat disebut inklusif apabila mampu menurunkan tingkat kemiskinan, memperkecil kesenjangan distribusi pendapatan dan menyerap lebih banyak tenaga kerja. 

Pertumbuhan ekonomi nasional dapat dihitung dan disimbolkan dengan skor Indeks Pembangunan Ekonomi Inklusif. 

Berdasarkan data Kementerian PPN/Bappenas tahun 2019, Indeks Pembangunan Ekonomi Inklusif Indonesia adalah 5,89. Jumlah ini meningkat sebesar 0,14 poin dari tahun 2017 dan 2018, dengan indeks 5,75. 

Pembangunan ekonomi inklusif didasarkan pada tiga pilar utama, yaitu pertumbuhan ekonomi, pemerataan pendapatan dan pengentasan kemiskinan serta perluasan akses dan kesempatan. 

Ketiga pilar ini masih dipecah lagi menjadi tiga sub pilar: kapabilitas manusia, infrastruktur dasar dan keuangan inklusif atau inklusi keuangan. 

Kesenjangan Antara Inklusi dan Literasi Keuangan

akibat literasi keuangan yang buruk, pengelolaan keuangan menjadi berantakan-photo by Karolina Grabowska from pexels

Menurut Peraturan OJK No.76/POJK.07/2016, yang dimaksud dengan inklusi keuangan adalah ketersediaan akses pada lembaga, produk dan layanan jasa keuangan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline