Mengutip dari Wikipedia, yang dimaksud dengan kebebasan akademik atau academic freedom adalah konsep moral dan hukum yang menyatakan pentingnya kebebasan bagi akademisi dan peneliti untuk melakukan penyelidikan ilmiah dalam rangka mewujudkan misi perguruan tinggi dan prinsip-prinsip akademik.
Dengan kata lain, kebebasan akademik harus dapat menjamin kebebasan bagi akademisi dan peneliti untuk mengajar atau mengomunikasikan gagasan atau fakta (termasuk hal-hal yang dianggap tidak menyenangkan bagi kelompok politik tertentu atau otoritas yang berkuasa) tanpa rasa takut akan mengalami penindasan, kehilangan pekerjaan atau pemenjaraan.
Di Indonesia, kebebasan akademik dilindungi undang-undang, seperti Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 tentang kebebasan berpendapat dan Pasal 8 ayat (1) UU Dikti.
Berdasarkan peraturan tersebut, cakupan kebebasan akademik tidak hanya berkaitan dengan kegiatan belajar-mengajar yang terjadi di dalam kelas atau lingkungan kampus. Kegiatan di luar aktivitas kelas (non akademik) apabila tetap bersifat ilmiah dalam pendidikan tinggi, seluruh civitas akademika (baik mahasiswa, dosen dan tenaga kependidikan) yang bersangkutan tetap harus dilindungi oleh konsep kebebasan akademik. (2)
Sayangnya, ini Indonesia. Kebebasan akademik hanya fatamorgana. Regulasi yang tampak apik di atas kertas, mlempem dalam implementasinya.
Ketika Dunia Akademik Alergi Terhadap Pemikiran Kritis
Pada Mei 2020 lalu, guru besar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII), Prof. Ni'matul Huda diteror setelah dikabarkan bahwa beliau menjadi pembicara dalam diskusi bertajuk "Persoalan Pemberhentian Presiden Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan" yang digelar oleh Constitutional Law Society (CLS) Fakultas Hukum UGM. Teror yang sama juga dialamatkan kepada mahasiswa FH UGM selaku panitia penyelenggara. Diskusi dibubarkan dan tuduhan makar diarahkan pada mereka. (3)
Ketika sedang heboh perihal Revisi UU KPK, ancaman skorsing dari rektor UGM, UIN Sunan Kalijaga, Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), UK Duta Wacana dan Universitas Sanata Dharma terkait imbuan Menristekdikti M.Nasir menghantui mahasiswa yang terlibat aksi demonstrasi menolak revisi UU tersebut. (4)
Sikap anti kritik rupanya masih ada di lingkungan kampus yang notabenenya berisi para cerdik cendekia.
Adalah Syaiful Mahdi, seorang dosen Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) yang didakwa atas kasus pencemaran nama baik karena kritiknya atas hasil penerimaan CPNS 2018 di Fakultas Teknik. Gara-gara kritiknya itu, Syaiful Mahdi divonis 3 bulan penjara, denda Rp 10 juta dan subsider 1 bulan penjara. (5)
Represi atas kebebasan akademik juga kerap menyasar pers mahasiswa karena tulisan-tulisannya. (6)