Musim kemarau atau musim panas sering disertai dengan kebakaran hutan. Ditambah lagi dengan adanya cuaca esktrem, gelombang panas dan hembusan angin yang kering menyebabkan kebakaran menjadi lebih parah dan api lebih sulit ditangani.
Di Indonesia, kebakaran hutan yang biasa terjadi di beberapa wilayah, seperti di Pulau Kalimantan dan Sumatera menimbulkan kabut asap yang mengganggu kehidupan masyarakat di daerah tersebut. Bahkan tidak jarang kabut asap tersebut turut dirasakan oleh penduduk negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura.
Tidak hanya di Indonesia, kebakaran hutan juga melanda beberapa negara di benua Amerika dan Eropa, terutama dalam kurun waktu setahun terakhir ini.
Menurut laporan dari California Department of Forestry and Fire, sebelumnya ada lebih dari 7.000 kebakaran hutan terjadi di California, Amerika Serikat sepanjang 2021. Kebakaran hutan juga menghancurkan lahan hingga 7.770 km persegi.
Akibat kebakaran hutan inilah, sejak Minggu, 19 September 2021 lalu, pohon "The General Sherman" (sejenis pohon sequoia) yang merupakan pohon tertua di dunia, sampai dilapisi alumunium foil untuk melindungi pohon tersebut dari kebakaran hutan yang melanda Taman Nasional Sequoia pada 2020 lalu.
Kebakaran hutan masif yang melanda Australia pada tahun yang sama hampir memunahkan spesies tumbuhan pinus Wollemi yang berstatus terancam punah.
Kebakaran yang disebabkan oleh kekeringan dan suhu panas hingga mencapai 40 derajat celcius itu telah membakar hingga 7,3 miliar hektare lahan.
Kebakaran hutan juga terjadi di beberapa negara di Eropa selama 2021 ini, seperti Yunani, Turki hingga ladang gambut di wilayah lingkar Arktik.
Jika kebakaran hutan saja sudah begitu merusak dan membahayakan, maka kebakaran lahan gambut akan lebih berbahaya dan sulit dikendalikan.
Pasalnya tanah gambut memiliki kandungan karbon yang tinggi sehingga apabila terjadi kebakaran, emisi karbon yang dilepaskan ke atmosfer akan lebih banyak.