Ketika masih ada anak perempuan yang dibatasi ruang geraknya, saya justru didorong untuk berani mendobrak batasan. Bagi saya ini adalah privilese di tengah masyarakat yang masih mengotak-ngotakkan aktivitas atau hobi berdasarkan gendernya. Seharusnya ini menjadi hak yang dapat dinikmati oleh setiap perempuan tanpa rasa takut akan stigma, pelecehan dan ketidakamanan lainnya.
Sejak sebelum masuk SD, saya sudah aktif di berbagai kegiatan.
Umur 5 tahun, saya sudah mulai belajar mengaji. Ikut TPA yang rutin diadakan di masjid komplek.
Di umur yang sama, orangtua mengikutkan saya les renang untuk anak-anak. Saya ingat betul, waktu itu dapat pelatih yang killer sampai-sampai saya takut untuk berangkat latihan dan ingin bolos saja. Tapi dari sinilah awal mula kedisiplinan dan mental saya terbentuk.
Saat SD saya pernah ikut ekstrakurikuler (ekskul) tari. Tapi hanya bertahan sebentar. Saya lupa kenapa.
Mungkin karena saya lebih tertarik dengan seni suara dan musik atau bagaimana, akhirnya saya lebih memilih ikut paduan suara.
Di SMP dan SMA pilihan ekskul lebih beragam.
Saya aktif di beberapa kegiatan, mulai dari yang bersifat akademis, seperti bergabung di tim olimpiade sains (cabang ilmu biologi), sampai yang non akademis, seperti Palang Merah Remaja (PMR), ansamble musik dan jurnalistik.
Itu baru yang ekskul pilihan. Belum ditambah ekskul wajib, seperti Pramuka dan lain-lain.
Oiya, gara-gara ekskul jurnalistik lah saya jadi suka menulis.