Sebelum masuk ke pembahasan tentang topik ini, izinkan saya menanyakan beberapa hal berikut.
Di tempat kerja Anda saat ini (yang sebelum-belumnya juga boleh deh, kalau ada), berapa jumlah perempuan yang menduduki posisi top management? Berapa perbandingan (dikira-kira saja) antara laki-laki dan perempuan yang menduduki posisi tersebut? Menurut Anda, kenapa karyawan perempuan lebih sulit mendapatkan posisi itu?
Lalu, satu pertanyaan lagi.
Adakah rekan-rekan perempuan di sini yang alumni Fakultas Teknik dan mengalami kesulitan mendapatkan pekerjaan impian karena job requirement-nya mensyaratkan atau mengutamakan pelamar laki-laki? Kalau ada, boleh lho cerita-cerita di kolom komentar.
Tanpa perlu berpanjang lebar lagi, mari kita kuliti satu-satu persoalan di atas.
Pengertian Glass Ceiling
Glass ceiling is an intangible barrier within a hierarchy that prevents women or minorities from obtaining upper-level position- (Merriam Websters)
Kalau diartikan ke bahasa Indonesia, glass ceiling ini kurang lebih artinya adalah suatu penghalang tak berwujud dalam hierarki atau struktur organisasi yang menghalangi perempuan atau minoritas dari menduduki posisi yang lebih tinggi.
Kebalikan dari glass ceiling adalah glass escalator, yaitu kesempatan dan kemudahan bagi karyawan laki-laki untuk dipromosikan ke posisi yang lebih tinggi.
Fenomena ini lazim ditemukan di female-dominated industry atau industri yang mayoritas pekerjanya adalah perempuan, seperti healthcare, pendidikan anak usia dini dan dasar, industri fesyen dan kosmetik.
Walaupun teori yang diperkenalkan oleh Christine .L. Williams pada tahun 1992 ini ia temukan di female-dominated industry, sebenarnya fenomena ini juga terjadi di male-dominated industry atau industri yang mayoritas pekerjanya laki-laki.