Lihat ke Halaman Asli

Luna Septalisa

TERVERIFIKASI

Pembelajar Seumur Hidup

Stereotipe tentang Feminis dan Pembahasannya

Diperbarui: 8 Agustus 2020   09:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Image by fjdafdafafa from pixabay

Tiga hari lalu saya sempat menulis artikel di Kompasiana berjudul Derita Korban Pelecehan Seksual : Victim Blaming dan Sulitnya Mencari Keadilan. Artikel tersebut saya tulis sebagai ungkapan keprihatinan sekaligus kejengkelan terhadap orang-orang ignorant yang masih suka menyalahkan atau menghakimi korban pelecehan seksual. Dan ternyata reaksi-reaksi menghakimi seperti itu tidak hanya ditujukan pada korban pelecehan seksual saja. Perempuan-perempuan yang mencoba speak up tentang hak-hak perempuan atau secara generalnya kesetaraan gender, juga tidak luput dari cibiran. Cap atau label feminis yang dialamatkan pada mereka sering diikuti dengan beberapa stereotipe dan nyinyiran. 

Ada yang bilang kalau feminisme itu produk budaya Barat sehingga nggak cocok diterapkan di Indonesia, nggak sesuai dengan syariat agama dan meracuni pikiran para perempuan untuk meninggalkan kodratnya. Sementara para feminis sering dianggap sebagai perempuan-perempuan yang benci laki-laki, anti pernikahan, anti ibu rumah tangga sampai tuduhan kalau mereka mendukung praktik perzinaaan dan aborsi. 

Setiap ada perempuan yang mengungkapkan pemikirannya tentang kesetaraan gender, bayangannya langsung ngeri. Dikiranya perempuan ingin mendominasi laki-laki. Padahal narasi kesetaraan gender digaungkan untuk menyuarakan keadilan bagi perempuan maupun laki-laki yang selama ini masih pincang. Setara itu bukan berarti sama. Inti dari kesetaraan adalah keadilan. Adil itu sendiri adalah menempatkan segala sesuatu sesuai dengan porsinya

Jadi, kalau ada yang bilang bahwa kesetaraan gender itu menuntut perempuan sama dengan laki-laki, itu kurang tepat. Karena laki-laki dan perempuan dari zaman Nabi Adam sampai zaman Dajjal turun ke bumi kelak, tidak akan pernah menjadi sama. Laki-laki dan perempuan diciptakan dengan kondisi fisik, psikis, tugas dan peran yang berbeda. Perbedaan-perbedaan ini ada bukan untuk saling mendominasi atau menguasai, melainkan untuk saling melengkapi. Saling bekerjasama untuk membangun peradaban yang lebih baik. 

Jadi, sebenarnya stereotipe yang sering dilekatkan pada seorang feminis itu bener nggak sih? Mari simak dulu pembahasannya. 

1. Feminis Benci Laki-laki

Being feminist doesn't mean you're a man hater. Perempuan yang benci laki-laki sebenarnya lebih pantas disebut misandrists dibandingkan feminis. Misandrists ini sama saja dengan misoginis, hanya beda jenis kelamin. Kalau misoginis adalah laki-laki yang benci perempuan. Misandrists ini selalu melihat apapun yang dilakukan laki-laki itu salah dan perempuan lah yang harusnya menang. 

Kalau yang dimaksud adalah mereka benci laki-laki kurang ajar yang memperlakukan perempuan dengan semena-mena, itu baru benar. Lagian siapa sih perempuan waras yang terima ditindas dan diinjak-injak harga dirinya oleh laki-laki?

2. Feminis Anti Pernikahan

Memang ada beberapa feminis, bahkan yang tidak pernah melabeli atau dilabeli sebagai feminis, yang memilih untuk tidak menikah. Tapi ada juga feminis yang menikah dan memiliki anak. Ini hanya soal pilihan hidup, bukan berarti mereka anti pernikahan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline