Tio bekerja sebagai asisten editor untuk sebuah publikasi majalah lifestyle. Dalam waktu luang, Tio gemar menulis untuk blog pribadi yang berisi postingan tentang destinasi tamasya yang ia kunjungi saat sedang libur. Karena tertarik dengan gaya penulisan Tio, bosnya menawarkan bonus kepada Tio jika dia bisa mempublikasikan postingan blog tersebut sebagai konten untuk website kantor secara teratur.
Dengan mantap, Tio menerima tawaran tersebut. Selain bonus, Tio ingin mengambil kesempatan ini untuk membuktikan kemampuan menulisnya kepada bosnya, dengan harapan kontribusinya itu akan membawa kenaikan pangkat untuk dirinya.
Awalnya, ini tampak seperti ide yang bagus... tapi ternyata lama kelamaan Tio merasa ada yang berubah. Sebelumnya, Tio merasa bisa lancar menulis artikel untuk blog-nya dan menyelesaikannya secepat kilat. Tapi kini, ia jadi mudah mengalami writer's block hingga akhirnya pekerjaan ini selalu selesai mepet dengan deadline. Selain itu, Tio merasakan adanya perbedaan kualitas tulisannya yang dulu dengan yang sekarang. Ia juga merasa lebih sulit untuk mengumpulkan niat menulis sejak diminta untuk membuat konten website.
Tio menjadi cemas. Dia memikirkan, "Bagaimana aku bisa naik pangkat sekarang..?" Bos Tio ternyata juga merasakan perbedaan ini dan merasa kebingungan karena ia tidak pernah meminta Tio untuk mengubah proses maupun hasil penulisan Tio.
Apa yang terjadi ya dengan Tio? Bisa jadi Tio sedang merasakan pengaruh dari Overjustification Effect. Overjustification Effect adalah fenomena di mana pengaruh insentif atau motivasi eksternal seperti bayaran atau penghargaan dapat meredupkan motivasi intrinsik dalam diri yang sebelumnya menjadi motivator utama. Ini dapat mempengaruhi keefektifan kerja secara negatif, sebab mengurangi niat yang dalam untuk melibatkan diri di pekerjaan.
Dalam penelitian oleh Edward Deci (1971), dua kelompok subjek diminta untuk menyelesaikan puzzle selama tiga hari. Pada hari kedua, salah satu dari kelompok tersebut dikenalkan motivasi eksternal dalam bentuk bayaran untuk mengerjakan puzzle. Di hari terakhir, kedua kelompok balik tidak diberi reward, dan terlihat perbedaan antara motivasi mereka melengkapi puzzle. Kelompok yang pernah diberi reward ternyata tidak dapat menyelesaikan puzzle secepat kelompok yang hanya termotivasi secara internal.
Menurut teori Determinasi Diri, perubahan tingkat motivasi itu terjadi karena salah satu komponen dari motivasi intrinsik adalah otonomi diri, dan adanya insentif luar dapat mengurangi otonomi di mata subjek (Riley, 2016). Lalu bagaimana kamu bisa menghindari fenomena ini?
Gunakanlah kualitas-kualitas Lumina yang ada dalam diri kamu. Misalnya dalam kasus Tio, ia bisa menggunakan kualitas Purposeful dan Tough yang mana Tio menyadari dan kembali kepada tujuan awalnya menulis blog, yaitu untuk hobi dan kesenangan pribadi. Jika tujuan ini sudah ajeg untuk Tio, ia jadi bisa menolak dengan tegas tawaran bosnya untuk menjadikan postingan blognya sebagai bagian dari pekerjaannya.
Dari kisah Tio kamu juga dapat belajar untuk membatasi adanya motivasi eksternal, apalagi jika itu menyangkut hobi atau hal yang kamu senangi karena bentuk motivasi yang dapat mendorong kita lebih jauh adalah motivasi yang datang dari dalam diri. Jadi ingat saja ya, tempat terbaik untukmu adalah tempat dimana kamu bisa mempertahankan passion kamu terhadap apa yang kamu kerjakan.
Referensi: