Lihat ke Halaman Asli

Festival Lampion Kota Jinju yang Mengecewakan

Diperbarui: 26 Juni 2015   01:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada tanggal 2 oktober 2011 kemarin, di kota jinju sedang digelar festival lampion. Festival tahunan yang bertajug jinju namgang yudeung festival kembali digelar di penghujung musim panas. Hari minggu kemarin saya dan teman saya berniat jalan-jalan ke kota jinju sembari mencari sesuatu yang akan kami beli. Namun perjalanan dari kota sacheon ke kota jinju mengalami kemacetan yang cukup panjang. Biasanya untuk sampai ke kota jinju hanya butuh waktu setengah jam. Namun karena kondisi kemacetan yang cukup panjang itu kami sampai ke kota jinju dengan waktu tempuh hampir 1 setengah jam. Sesampainya di kota jinju akhirnya kami mengetahui penyebab kemacetan parah tersebut. Ternyata di sana sedang diadakan acara pembukaan festival lampion. Semua itu tampak dari kemilaunya patung-patung dan miniatur bangunan yang mengapung di sungai nam --- namgang ---. Niat awal untuk menyusuri pasar jinju guna mencari jaket untuk persiapan musim dingin, akhirnya tertunda dikarenakan kami sempatkan mampir ke area festival. Bus yang kami tumpangi hampir tak bisa lagi melanjutkan perjalannya ketika jarak menyisakan beberapa ratus meter saja dari terminal jinju. Oleh karena itu sang sopir menawarkan para penumpangnya untuk turun sebelum sampai penumpang. Beberapa penumpang memutuskan turun dan memilih berjalan kaki, begitu juga dengan kami yang sudah tak betah duduk di dalam bus. Karena perut sudah tak kuat lagi menahan lapar, kami putuskan untuk singgah di salah satu rumah makan yang menyediakan makanan-makanan seafood. Kebetulan di kaca jendela rumah makan tersebut terpampang tulisan altang --- tulisan asli dalam huruf hangeul ---. Altang adalah makanan berkuah pedas dengan telur ikan dan disajikan bersama beberapa sayuran. Salah satu makanan favorit saya yang lama tak dijumpai di kota sacheon pun kota jinju. Selesai dengan urusan perut, kami langsung menuju ke area festival yang hanya berjarak beberapa ratus meter dari warung tempat kami makan. Angin malam itu cukup semriwing dan memang kami sengaja tidak memakai jaket karena berniat membelinya di kota jinju. Di hari pembukaan festival, jumlah pengunjung sangat membludak. Para pengunjung bukan saja dari penduduk kota jinju dan sekitarnya , bahkan banyak bus-bus pariwisata terparkir. Itu menandakan bahwa banyak pula pengunjung dari luar kota dan provinsi. Para pengunjung bule juga tampak banyak berkeliaran di jalanan menuju area festival. Festival lampion --- yudeung --- berpusat di sungai nam yang ada di kota jinju berlangsung dari tanggal 2 oktober-12 oktber 2011. Di permukaan sungai tampak kemerlip lampu-lampu dari patung kertas dan miniatur bangunan-bangunan. Mata kami dan pengunjung lainnya dimanjakan dengan kemilau lampu-lampu itu. Indah dipandang dari kejauhan dan membuat kami ingin melihatnya dari dekat. Kami pun merelakan berdesak-desakan dengan para pengunjung lain untuk bisa mencapai tepian sungai. Di tepian sungai terdapat pos-pos yang ditandai dengan gapura. Dari gapura-gapura yang juga berlampion itu para pengunjung ditawarkan untuk melawati jembatan ponton untuk melihat patung-patung dan miniatur bangunan dari seluruh dunia. Pos pertama didominasi dengan patung-patung yang menggambarkan kehidupan bangsa mancuria di masa lampau. Tokoh-tokoh pahlawan juga tampak terang mengapung di permukaan sungai nam. Ada juga patung-patung atlet berbakat korea, salah satunya patung pesepakbola tersukses korea dan asia. Siapa lagi, kalau bukan park ji sung. Di pos pertama tersebut kami tak tertarik memasuki gapura dan melintasi jembatan ponton. Kami lanjutkan jalan-jalan kami ke museum nasional yang berada tak jauh dari sungai nam. Museum nasional kota jinju --- waduh...saya lupa apa nama museumnya --- sendiri menjadi satu bagian dari festival lampion. Di dalam museum yang menyimpan benda-benda bersejarah peninggalan zaman korea kuno itu juga banyak terdapat patung-patung lampion. Patung-patung tersebut dijadikan objek narsis para pengunjung, khusunya pengunjung yang asli orang korea --- mau ikutan narsis, gak pede ---. Puas dengan pertunjukan patung-patung lampion di area museum kami memutuskan untuk keluar. Kami sempat heran, ketika masuk museum kami tidak dimintai tiket namun ketika keluar kami diharuskan membeli tiket seharga 1000 won. Ternyata kami salah melewat pintu keluar. Pintu keluar yang dihargai 1000 won tersebut adalah pintu masuk untuk melewati salah satu pos perunjukan lampion di sungai nam. Karena sudah terlanjur bayar dan masuk, kami pun mencoba menikmati pameran lampion dari jarak dekat. Kami berjalan melewati jembatan ponton yang dibuat dua arah berlawanan. Panjang jembatan tersebut diperkirakan 1 km, dari jembatan ponton itu kami bisa melihat dengan jelas miniatur-miniatur dari bangunan yang mewakili kebudayaan-kebudayaan bangsa dan negara di seluruh dunia. Sepanjang perjalanan menyusuri jembatan ponton, mata kami terus memandang ke tengah sungai mencari-cari miniatur bangunan yang mewakili indonesia. Alangkah kecewanya kami tak mendapati miniatur bangunan dari indonesia. Sedangkan dengan sangat jelas kami melihat kincir angin belanda, menara pisa italia, singa merlion dari singapura, pagoda dari thailand dan bangunan-banguan lain yang mewakili kebudayaan bangsa di suatu negara. Sejenak saya berpikir, apa mungkin Indonesia tak penting di mata panitia penyelenggara festival lampion ? Ah, mungkin saja mataku yang tidak melihatnya. Setelah cukup lelah berjalan melewati jembatan ponton dengan rasa kecewa karena tak mendapati miniatur khas Indonesia. Kami sedikit terhibur dengan pertunjukan air mancur warna-warni --- ini sebutan saya ---. Air mancur yang berpadu dengan sinar laser yang bisa berubah gerak dan warnanya. Untuk melihat lebih jelasnya silahkan klik video di bawah ini. Waktu sudah menunjukkan pukul 21:00, kami memutuskan untuk keluar dari area festival. Tak jauh dari pintu keluar, kami jumpai patung-patung lampion dengan karakter tokoh kartun dan superhero. Juga patung-patung kertas yang belum berlampu dan masih berbentuk kerangka kawat. Patung-patung tersebut ditempeli kertas-kertas oleh para pengunjung dengan pesan singkat ditulisi apa saja sebagai kenang-kenangan. Namun kami enggan mencoba untuk menulis sesuatu dan menempelkannya ke kerangka patung. Hari minggu besok berencana mengunjungi festival lampion lagi. Siapa tahu ada patung nazarudin atau gayus. Khan memang itu kebudayaan indonesia, Kebudayaan korup dan membudidayakan korup. Hahaaaahahahahahahaha salam kenthir jalan-jalan. *kota tua sacheon ( korea kidul ) : 2011-10-07

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline