Lihat ke Halaman Asli

Kebaya, Menyulap si Tomboi Menjadi Anggun

Diperbarui: 4 September 2022   13:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Aku memiliki sense of fashion/ selera berpakaian yang buruk. Karena koleksi pakaianku cuma sebatas kemeja, kaos, celana pendek dan celana panjang. 

Sangat jarang sekali memakai rok ataupun jenis pakaian feminim lainnya

Tapi keadaan seperti ini tak selamanya bisa saya biarkan. Apalagi sejak menikah saya diharuskan hadir dalam acara keluarga yang dimana umumnya memakai kebaya. Mau tak mau harus beradaptasi. 

Memakai kebaya tentu hal yang mudah bagi mereka yang biasa feminim, akan tetapi akan sangat berbeda dengan saya yang biasa barbar. Bayangkan saja bagaimana sulitnya aku makan ketika " long torso" yang kupakai dibalik kebaya serasa memaksa untuk tetap tegap. 

Belum lagi langkah kaki yang harus diatur sedemikian rupa karena kain atau songket Palembang yang menjadi bawahan kebaya tersebut dililit ketat.

Aku pribadi sangat tidak menyarankan kebaya untuk dipakai sehari - hari sebagaimana pakaian kasual lainnya. Karena pemakaian kebaya itu harus benar benar tepat pada waktu ataupun tempatnya. 

Misalnya saat ibadah, ke kantor atau pesta. Karena kalau dipakai sehari - hari menurutku akan mengurangi estetikanya

Bagiku memakai kebaya itu seperti membayar sebuah harga. Karena dengan memakainya saya yang barbar bisa tampil anggun dan keibuan. 

Dan kebaya mampu mempresentasikan wanita Indonesia yang dikenal dengan keanggunan dan keramahannya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline