Pulau Rempang di Batam, Kepulauan Riau, baru-baru ini menjadi pusat perhatian nasional dan internasional karena insiden yang mengancam Hak Asasi Manusia (HAM). Konflik yang berakar pada proyek strategis nasional (PSN) telah memunculkan berbagai isu penting tentang HAM.
Konflik di Pulau Rempang dipicu oleh sejumlah faktor, termasuk:
- Proyek Strategis Nasional (PSN): Pengembangan PSN yang melibatkan penggunaan lahan di Pulau Rempang memicu persaingan sengit antara pemerintah dan masyarakat lokal. Perbedaan pandangan terkait manfaat dan dampak proyek ini menjadi salah satu pemicu konflik.
- Sengketa Lahan: Masalah sengketa lahan di Pulau Rempang menjadi inti konflik. Masyarakat setempat mengklaim bahwa tanah mereka dikuasai oleh pihak asing atau korporasi besar, dan ini memicu kemarahan dan perlawanan.
- Ketidakpuasan terhadap Otoritas: Kurangnya keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan terkait proyek dan pengelolaan sumber daya alam di daerah mereka menciptakan ketidakpuasan yang menjadi pemicu potensial untuk konflik.
Di tengah gejolak konflik agraria di Pulau Rempang, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) mengeluarkan pernyataan penting. Ketua Bidang Kebijakan Publik PP KAMMI, Ammar Multazim, menyatakan, "Kami sangat berharap Komnas HAM dapat mengusut tuntas jika ditemukan adanya pelanggaran HAM dalam kejadian di Rempang." Ammar menilai PSN sering menjadi akar konflik agraria yang menyebabkan penderitaan bagi masyarakat setempat.
Ketua Umum PP KAMMI, Zaky Ahmad Riva'i, mengutuk tindakan represif aparat keamanan di Pulau Rempang. Dia meminta pimpinan TNI-Polri untuk bertindak secara internal terhadap jajaran yang bertanggung jawab atas pengamanan. "Kejadian ini telah melampaui batas. Maka kami minta baik Polri maupun TNI dapat bertanggung jawab," tegas Zaky.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) juga memberikan pernyataan tegas terkait insiden di Pulau Rempang. Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, menyatakan komitmennya untuk menyelesaikan dugaan pelanggaran HAM dan memastikan implementasi rekomendasi Komnas HAM atas penyelesaian kasusnya serta pemulihan hak-hak korban. Atnike menekankan pentingnya dukungan dan kerja sama dari berbagai pihak untuk memastikan keadilan dan pemenuhan hak-hak korban.
Amnesty International Indonesia juga angkat suara dalam konteks ini. Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid, mengutuk keras kekerasan aparat kepolisian terhadap warga masyarakat di Pulau Rempang-Galang. Ia mengingatkan bahwa konflik agraria seperti ini telah mengulangi pola yang sama di beberapa daerah Indonesia. Amnesty International menuntut penghentian penggunaan kekerasan yang tidak sah dan melanggar HAM serta pembebasan warga yang ditahan.
Konflik di Pulau Rempang telah mengakibatkan dampak serius, termasuk:
- Korban Jiwa dan Cedera: Bentrokan antara aparat keamanan dan warga masyarakat telah mengakibatkan korban jiwa dan cedera serius, termasuk di antaranya anak-anak dan perempuan.
- Trauma dan Ketidakamanan: Konflik ini meninggalkan trauma mendalam pada masyarakat setempat, terutama anak-anak yang menjadi saksi kekerasan. Ketidakamanan dan ketakutan merajalela di daerah tersebut.
- Gangguan Sosial dan Ekonomi: Konflik telah mengganggu kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Perekonomian lokal terganggu, akses ke layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan terhambat, dan hubungan sosial menjadi tegang.
Untuk menyelesaikan konflik di Pulau Rempang dan memastikan pemenuhan HAM, beberapa langkah perlu diambil:
- Dialog dan Konsultasi: Pemerintah harus memprioritaskan dialog dan konsultasi dengan masyarakat setempat untuk mencapai kesepakatan yang adil terkait proyek dan pengelolaan lahan.
- Transparansi: Informasi tentang proyek PSN harus tersedia secara terbuka kepada masyarakat. Ini akan membantu menghindari ketidakpercayaan dan spekulasi.
- Penegakan HAM: Semua pihak, termasuk aparat keamanan, harus mematuhi standar HAM internasional dalam menangani konflik. Tindakan kekerasan yang tidak sah harus dihindari, dan pelanggaran HAM harus diusut dan diadili.
- Pendekatan Humanis: Pendekatan yang berorientasi pada pemahaman dan pemecahan masalah yang berasal dari kerangka kerja hak asasi manusia dan pembangunan berkelanjutan harus diadopsi.
- Pemulihan Korban: Program pemulihan fisik dan psikologis harus tersedia bagi korban konflik, terutama anak-anak yang rentan terhadap dampak traumatis.
- Evaluasi PSN: Pemerintah harus mengkaji ulang proyek PSN di Pulau Rempang dan memastikan dampaknya terhadap masyarakat lokal diukur dan dikelola secara berkelanjutan.
Konflik di Pulau Rempang menyoroti betapa pentingnya pemenuhan HAM dan penanganan konflik agraria dengan bijaksana. Hanya melalui pendekatan yang berbasis pada dialog, transparansi, dan penegakan HAM yang kuat, kita dapat menghindari konflik serupa di masa depan dan memastikan pemenuhan HAM yang lebih baik di seluruh Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H