Lihat ke Halaman Asli

Lulu T Fikriyah

Universitas Pendidikan Indonesia

Disabilitas: Ketika dunia tidak dirancang untuk semua orang

Diperbarui: 1 Januari 2025   22:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Bayangkan sebuah simfoni di mana setiap instrumen memberikan suara unik, menciptakan harmoni yang luar biasa. Sekarang, bayangkan jika beberapa instrumen dibungkam atau dipaksa mengikuti satu melodi, sehingga suaranya hilang. Inilah realitas yang dihadapi banyak individu dengan disabilitas di dunia yang sering kali berfungsi sebagai konduktor kaku, gagal merangkul seluruh potensi manusia. "Disabilitas adalah ketika dunia tidak dirancang untuk semua orang" menangkap inti dari masalah ini, khususnya dalam konteks pendidikan---sebuah bidang di mana inklusi memiliki kekuatan untuk mengubah kehidupan dan masyarakat.

Desain fisik dunia sering kali mengecualikan individu dengan disabilitas, seperti tangga yang mengabaikan keberadaan kursi roda. Hambatan dalam lingkungan fisik ini melambangkan masalah sistemik yang lebih besar: kegagalan untuk mempertimbangkan kebutuhan beragam saat proses perancangan. Ruang kelas tanpa ramp, buku teks tanpa huruf braille, atau pelajaran yang tanpa bahasa isyarat ibarat pintu yang terkunci bagi siswa dengan disabilitas. Hambatan ini tidak hanya menghalangi akses, tetapi juga memperkuat rasa tak terlihat dan keterasingan.

Pendidikan inklusif bukan sekadar strategi; ini adalah filosofi yang berakar pada keadilan dan rasa hormat. Pendidikan inklusif adalah tindakan menanam kebun yang beragam, di mana setiap bunga, terlepas dari warna, bentuk, atau ukurannya, diberi sinar matahari yang dibutuhkannya untuk tumbuh. Ruang kelas yang benar-benar inklusif merayakan keberagaman sebagai kekuatan, menciptakan lingkungan di mana siswa dengan disabilitas belajar bersama teman-temannya. Pendekatan ini tidak hanya menguntungkan siswa dengan disabilitas, tetapi juga memperkaya pengalaman pendidikan semua siswa, dengan mengajarkan empati, adaptabilitas, dan kolaborasi.

Namun, mencapai pendidikan inklusif tidaklah tanpa tantangan. Guru sering kali kekurangan pelatihan yang memadai untuk mendukung siswa dengan kebutuhan khusus, seperti halnya tukang kebun yang tidak memahami cara merawat berbagai jenis tanaman. Selain itu, keterbatasan sumber daya dan sikap masyarakat dapat menjadi penghalang yang menghambat tumbuhnya praktik inklusif. Tantangan-tantangan ini menyoroti perlunya reformasi sistemik yang mendesak, mulai dari pengembangan kebijakan hingga advokasi di tingkat akar rumput.

Desain Universal untuk Pembelajaran (Universal Design for Learning/UDL) menawarkan kerangka kerja transformasi yang relevan untuk pendidikan di Indonesia, terutama dalam konteks pendidikan inklusif. UDL mendorong perancangan kurikulum dan lingkungan belajar yang dapat diakses oleh semua siswa, termasuk mereka yang memiliki disabilitas. Di Indonesia, pendidikan inklusif diatur oleh berbagai regulasi, seperti Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif. Meskipun ada regulasi ini, implementasi UDL masih menghadapi tantangan, termasuk kurangnya fasilitas, guru terlatih, dan dukungan masyarakat.

Dengan menerapkan prinsip-prinsip UDL, pendidikan dapat menjadi lebih inklusif, memastikan bahwa semua siswa, termasuk mereka dengan kebutuhan khusus, memiliki kesempatan yang sama untuk belajar dan berkembang. UDL mengintegrasikan berbagai metode pengajaran---visual, auditori, dan kinestetik---yang sesuai dengan gaya belajar yang berbeda. Ini penting mengingat keragaman siswa di Indonesia dan tantangan yang dihadapi dalam pendidikan inklusif. Pendekatan UDL berfokus pada menciptakan jalur bagi setiap siswa untuk berkembang, daripada membangun batasan yang menghalangi partisipasi. Hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan inklusif di Indonesia untuk memberikan akses pendidikan berkualitas bagi semua warga negara.

Dengan demikian, penerapan Desain Universal untuk Pembelajaran dapat menjadi langkah signifikan menuju perbaikan sistem pendidikan di Indonesia, menciptakan lingkungan belajar yang lebih adil dan mendukung bagi semua siswa. Untuk menciptakan dunia yang dirancang untuk semua orang, kita harus menantang gagasan tentang "normal." Normal bukanlah standar sempit, melainkan spektrum dinamis pengalaman manusia. Sistem pendidikan harus menjadi pelopor dengan membongkar struktur yang diskriminatif dan merangkul praktik inklusif. Hal ini memerlukan kolaborasi antara pembuat kebijakan, pendidik, orang tua, dan siswa untuk menumbuhkan budaya penerimaan dan inovasi.

Disabilitas bukanlah keterbatasan bawaan; itu adalah cerminan dari ketidakmauan masyarakat untuk beradaptasi. Dengan merancang ulang dunia---khususnya pendidikan---untuk mengakomodasi semua individu, kita dapat membuka potensi penuh setiap orang. Pendidikan inklusif adalah simfoni di mana setiap instrumen, terlepas dari ukuran atau suaranya, berkontribusi pada melodi yang harmonis dan transformatif penuh makna.

Di dalam orkestra besar kehidupan ini, setiap suara---tak peduli seberapa kecil atau berbeda---memiliki tempatnya. Tidak ada yang dibungkam, tidak ada yang diabaikan. Setiap suara membawa cerita, keunikan, dan kontribusi yang berharga, yang memperkaya simfoni bersama. Membangun dunia semacam ini berarti melampaui sekadar toleransi; itu berarti membangun rasa saling menghormati yang mendalam, menciptakan ruang untuk mendengarkan, belajar, dan bertumbuh bersama.

Dengan cara ini, kita tidak hanya merayakan keberagaman, tetapi juga memberdayakan setiap individu untuk merasa dihargai dan diakui. Dalam dunia ini, perbedaan menjadi kekuatan kolektif, membawa kita lebih dekat pada visi kemanusiaan yang sejati---di mana empati, keadilan, dan kasih sayang menjadi dasar dari segala tindakan. Hanya dengan demikian kita dapat mencapai harmoni yang sejati, di mana semua suara bersatu menciptakan lagu yang merayakan kehidupan dalam segala bentuknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline