Lihat ke Halaman Asli

Lulu Nur Zalzillah

Mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

AKMI UNTIRTA Hidupkan Dakwah Dengan Content Creator Class

Diperbarui: 5 Juni 2024   10:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kegiatan CCC/dokpri

Content Creator Class AKMI Untirta: Program Tepat Menciptakan Content Creator Muda Islami? 

Dalam era digitalisasi, perkembangan konsumsi media beranjak dari semata mendapatkan informasi, kini berubah menjadi gaya hidup. Masyarakat mulai membiasakan diri dengan segala macam video pendek, tulisan ringan yang mudah menarik perasaan serta ringkas. Tidak perlu waktu untuk mengetahui apa yang hendak diberitahu.

 Kemunculan media sosial yang awalnya hanya sebagai alat memudahkan komunikasi kepada orang jauh, belakangan mengubah cara pandang sosial. Kehadiran influencer, para content creator mulai membentuk kalangan mereka sendiri. Mereka hadir untuk menghibur, mempromosikan produk, sekaligus mempengaruhi tingkah laku masyarakat. 

Ada nama-nama besar yang turut mempengaruhi sudut pandang masyarakat, seperti Rans Entertaiment milik Raffi Ahmad dan Nagita Slavina, kemudian Keluarga Gen Halilintar, Fuji, bahkan politikus Indonesia juga mulai ikut merambah dalam dunia content creator.

Saat ini, hidup tanpa konten rasanya tidak menarik. Hampa. Kita dengan mudah membuat kehidupan yang sebelumnya terasa biasa saja, berubah menjadi cuan hanya dengan satu rekaman semata. Sebab munculnya pengaruh yang dibangun oleh para content creator tersebut.

Terutama untuk kalangan gen-z. Mereka dikenal sebagai generasi yang dibesarkan bersamaan dengan hadirnya internet dan kemajuan teknologi komunikasi. Dari itu, gen-z sudah terbiasa dengan media sosial, informasi cepat, konten di segala sudut kegiatan. Gen-Z melihat content creator bukan lagi hanya sebagai cara menghibur diri, tetapi sekaligus cara membranding diri dan menghasilkan pekerjaan.

Data dari Famous Allstars atau FAS menyatakan bahwa nilai pasar dari sisi menjadi konten kreator di Indonesia adalah sebesar 4 hingga 7 triliun rupiah. Hal ini dilihat berdasarkan brand yang menggunakan content creator sebagai media mempromosikan produk mereka. Cara beriklan yang inovatif. Mudah dan cenderung lebih hemat. 

Content creator di mata Gen-Z sudah menjadi prospek pekerjaan yang menguntungkan. Instagram's Trend Report 2023 melihat ada sebanyak 64 persen gen-z mulai memikirkan untuk menjadikan content creator sebagai profesi sampingan. Selain karena gen-z dikenal sebagai generasi yang menyukai bekerja sesuai passion-nya, hasil dari menjadi content creator sangat menjanjikan.

Begitu juga yang meyakinkan AKMI Untirta---UKM Keagamaan Islam di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa untuk turut meramaikan dunia perkontenan ini dengan tetap mendahulukan dakwah. Kemudahan sekaligus kelebihan dari adanya content creator adalah mampu menjangkau khalayak mereka dengan cepat, dakwah yang ingin disampaikan juga lebih gampang diberikan dalam satu waktu bersamaan. 

AKMI sebagai organisasi intra kampus melihat bahwa kehadiran content creator tidak lagi harus dipandang negatif hanya mampu memberikan influence buruk bagi masyarakat. Ada banyak hal positif yang bisa disebarkan.

Salah satunya melalui program Conten Creator Class bagi internal organisasi mereka. Sebab "Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia." (H.R Ahmad) Berangkat dari sini, AKMI mulai menjaring para anggota internal agar makin membangun semangat jiwa content creator demi menyebarkan dakwah Islam lebih giat.

Teori Birokrasi: Hierarki dalam Organisasi

Weber dalam bukunya The Protestant Ethic and Spirit of Capitalism melihat bahwa dalam suatu birokrasi adalah cara menilai organisasi secara efisien. Weber memandang dalam suatu organisasi harus ada struktur yang sah, legitimasti yang legal agar terbentuknya kepatuhan dalam setiap anggota. 

Pengertian birokrasi secara sederhana adalah cara kerja atau susunan pekerjaan yang taat menurut peraturan. Beranjak dari hal ini, organisasi menjadi sudut dalam masyarakat untuk memulai sebuah peraturan. Kita lebih mengenal birokrasi lekat dengan pemerintahan, karena kita mengenal peraturan turun dari tangan pemerintah. Namun, Weber menilai organisasi apa pun itu wajib memiliki hukum birokrasi agar terciptanya pergerakan yang cepat dan tepat demi mewujudkan tujuan yang sama.

Content Creator Class: Menciptakan Content Creator Muda Atau Sekadar Menggugurkan Kewajiban?

Dalam program Contetn Creator Class sendiri, AKMI memulai program mereka dalam wujud komunikasi dari atas ke bawah sebagai awal dalam kegiatan berorganisasi. Ketua sebagai pemilik birokrasi tertinggi memiliki kuasa serta informasi yang lebih akurat, dan biasanya lebih pertama kali diketahui dibanding anggota yang lain. Maka dari itu, ketua memiliki peranan penting membantu sirkulasi komunikasi dalam organisasi bergerak fleksibel.

Hasil berdasarkan wawancara kepada Staff Departement Humas Media Kreatif AKMI sebagai penyelenggara Content Creator Class ini, terlihat bahwa ketua memiliki peran untuk mengubah sebuah kewajiban menjadi kenyamanan dalam berkegiatan. Program ini pada akhirnya diinginkan agar dapat menciptakan komunikasi yang hangat dari dalam internal AKMI sendiri.

Namun, keterlambatan dalam media komunikasi sedikit membuat sirkulasi dalam organisasi masih canggung untuk dilihat. Anggota yang cenderung pasif, ketua umum yang masih asing memegang kuasa, menghalangi terciptanya komunikasi yang cepat dan tepat sasaran. Oleh karena itu, setiap organisasi membutuhkan cara membangun hubungan antara anggota internal supaya terbentuknya komunikasi organisasi yang diinginkan.

Dalam program ini, dari tahap awal persiapan saja yang pada awalnya berjalan sebagaimana mestinya, harus terjadi perubahan mendadak mendekati hari pelaksanaan. Apakah ini dikarenakan kesalahan ketua pelaksana? Komunikasi yang digunakan rancu? Pada akhirnya semua hanya karena ada keterlambatan ketua menerima informasi bahwa salah seorang panitia yang mestinya bertugas pada hari pelaksanaan terpaksa ditarik mundur dari arena.

Apa ini menjadi murni kesalahan ketua pelaksana? Tidak, informasi yang disampaikan panitia itu juga tidak diberikan secara cepat. Mungkin ini hanya karena kebiasaan masyarakat Indonesia yang suka memberikan informasi secara mendadak.

Kemudian, perubahan itu menciptakan perputaran yang baru. Panitia yang ditarik mundur digantikan oleh orang lain, tanpa persiapan yang 100 persen maksimal. Memimpin acara pada hari pelaksanaan ternyata tidak semudah dipandang mata. Berdasarkan penuturan salah seorang Peserta Content Creator Class menilai, pemilihan moderator dianggap kurang beruntung. Dia yang diminta menggantikan panitia yang mundur rupanya belum mampu mengajak suasana lebih nyaman dan mengalir.

Namun, pelaksanaan seminar sekaligus pelatihan membuat poster desain grafis bertema "Save Palestine" memberikan pengalaman langsung kepada peserta, sehingga karyanya dinilai sangat layak dan berhasil. Content Creator Class ini dapat mengembangkan minat dan kemampuan para anggota AKMI dalam memproduksi konten menarik, sehingga mampu meluaskan dakwah di sosial media. Pemilihan pemateri yang dekat dengan peserta menjadi poin tambahan dan yang paling di highlight dari keseluruhan acara. Koordinasi dari segenap panitia mulai tampak kompak walau pada akhirnya ada banyak panitia yang tidak hadir tanpa alasan yang pasti.

Poster yang diminta juga disebarkan oleh peserta melalui sosial media mereka masing-masing, iya menjadi seorang content creator harus mampu menggunakan sosial media mereka. Maka kemudian, tujuan dakwah yang diinginkan AKMI melalui program ini sedikit terwujud. Menggemakan kampanye pembebasan Palestina, juga menciptakan para content creator muda berbakat yang sedikit mulai memahami peran konten dalam dunia sehari-hari.

Pada akhirnya, program ini tidak hanya semata kegiatan untuk menggugurkan kewajiban. Program rutinan di setiap periode yang beranjak mulai menunjukkan eksistensinya. Memilih tema tepat, pemateri yang andal, serta ketepatan ketua memimpin jalannya organisasi menjadi alasan program ini cukup berhasil pada periode pertamanya di tahun ini.

Semoga dari pelatihan dasar internal ini, mampu menciptakan content creator muda berbakat yang tidak asal comot video atau posting konten tong kosong. Mampu melahirkan content creator muda yang berdakwah untuk agamanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline