Lihat ke Halaman Asli

Bonus Demografi: 2016 Tahun Kewalahan Kementrian Kesehatan

Diperbarui: 28 September 2016   02:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Nasib baik bagi sutradara film Star Treyang berhasil menciptakan bahasa fiksi klingon dan dipelajari dikehidupan nyata. Namun dalam kesempatan ini saya berusaha mengungkapkan kebenaran yang tidak banyak orang tahu akan sebuah kenyataan dimana sebuah novel surealis juga sudah mengungkapkan kebenaran tentang negeri ini pada tahun 1999 tepat setahun setelah reformasi. Sebelumnya saya ingin memperkenalkan diri terlebih dahulu.

 Dimana suuatu cerita pertama yang sekaligus menjadi judul buku ini adalah Negeri Kabut. Negeri kabut berkisah tentang seorang laki-laki(saya) yang selama hidupnya terus berpetualang.  Dalam Perjalanan saya menuju Negeri Kabut, saya banyak bertemu dengan pengembara lainnya. Para pengembara itu menyampaikan berita-berita dari tempat mereka yang jauh; peperangan, wabah penyakit, pembunuhan, dan kisah sedih lainnya. Namun saya lebih prihatin dengan wabah penyakit karena menurut saya peperangan, pembunuhan, dan lainnya adalah hal "biasa" dilakukan manusia mengingat sifat keanarkian mereka. Juga, wabah penyakit ini tidaklah sebiasa flu atau diare.

Sakit itu banyak jenisnya, termasuklah sakit jiwa. Wabahnya dinegeri ini menjamur hingga obat dan vaksin yang asli kehabian stock sehingga membutuhkan banyak obat juga vaksin palsu. Berikut penyakit dengan urutan penderita dan dampak paling berbahaya:

1.Sakit Jiwa 

Selama saya berpetualang saya paling heran dengan orang yang menderita penyakit ini. Bagaimana tidak, membiarkan tahanan lepas dan ironinya memperbolehkan mereka menjadi pemimpin. Ini jenis penyakit baru yang bahkan WHO pun tidak bisa mengidentifikasi namanya. Sangat disayangkan, padahal dari apa yang saya pelajari di film-film jika sebuah tahanan lepas maka pasukan berkuda dengan segera menerima perintah untuk menutup gerbang utama akses kota dengan tujuan agar tahanan tidak bisa bergerak. Negeri ini benar-benar sudah sakit. Dibuktikan dengan  RDP (Rapat Dengar Pendapat) antara kemendagri dan DPR menghasilkan putusan bahwa seseorang yang dinyatakan sebagai terpidana percobaan masih dapat mengikuti Pilkada. 

Jelas, baik tersirat maupun tersurat semua rakyat sepakat bahwa secara moral pemimpin yang berasal dari terpidana percobaan diragukan. Saya saja seorang petualang tidak setuju punya pemimpin yang sudah dapat predikat "Terpidana". Apa yang harus saya jelaskan kepada nenek saya yang berasal dari Amerika yang dengan bangganya unjuk gigi bahwa pemimpin mereka hanya satu dari sekian yang berhasil mendapatkan gelar sarjana. Masa iya saya membanggakan salah satu dari sekian pemimpin saya terpilih dengan status terpidananya dan menang karena uangnya. Wacana moral Pancasila ditekankan dewasa ini perginya kemana? Jikapun alasannya mereka adalah korban atas kesalahpahaman hukum, lantas, sebegitu lemahkah hukum di Indonesia sudah menangkap dan memvonis orang yang tidak bersalah ?.

Terpidana Percobaan Boleh Maju Pilkada, DPR Dinilai Tutup Mata atas UU Pilkada

Terpidana Percobaan Boleh Mencalonkan Kepala Daerah di Pilkada 2017

Krisis kader dijadikan sebuah alasan diperbolehkannya terpidana mengikuti Pilkada, alasan ini juga membuat tiga calon gubernur Jakarta dicaplok dari kasta non-kader yang popularitas dan uangnya lebih wah. Parpol seakan berhasil mengetahui selera pemuda yang katanya salah satu calon yang diusung mirip dengan artis korea. Benar-benar pemimpin selera masyarakat!

Lupa

Para pejabat  di negeri ini sudah banyak lupanya. Macam ragam lupanya mulai dari lupa mencatat banyaknya penderita demensia hingga lupa proses-proses berdasarkan hukum. Lagi, berita datang dari kemendagri, Tjahyo Kumolo yang lupa rasanya memproses SK Pemberhentian bupati (tentunya didaerah tempat saya tinggal sebelum berkelana) yang saya tahu bupati itu tersandung kasus narkoba setelah enam bulan masa rehabilitas berhasil keluar dan kembali mendapatkan kursinya. Rentetan panjang ini disebabkan karena lupanya kemendagri akan prosedur yang seharusnya dilakukan. Lupa toh pak?

Tak Berdaya

Ketika saya berkelana lagi dan menemukan penyakit ini, saya kaget sekaligus bingung atas ketidak berdayaan Polisi TNI. Saya diherankan lagi mereka mengais rezeki ditengah kobaran api. Pembakaran hutan dan lahan kabarnya biasa dilakukan di daerah ini. Aduh! kebetulan ketika saya berkunjung ke daerah ini kementrian kesehatan sedang melakukan pendataan, terkejut saya melihat koper-koper yang mereka bawa lalu tak sungkan bertanya. Koper yang saya kira berisi pakaian ternyata berisi tumpukan kertas data penderita penyakit dan lucunya dengan teliti mereka memberlakukan sistem hitung  garis-garis seperti pemilihan ketua osis.

Saya terpingsan melihatnya. Lalu, ketika bangun saya baru ingat bahwa saya seorang mahasiswa bukan petualang. Namun, anehnya saya terngiang-ngiang para pengembara selalu mengatakan kepada saya bahwa setiap orang harus peduli dengan keadaan dunia yang dihidupinya. Mereka bilang, orang yang mencari ilmu harus kembali pulang untuk menyelamatkan bangsanya. Saya terdiam, merenung, bertanya-tanya apakah pengembaraannya selama ini untuk mencari ilmu? Saya ragu. Mungkin yang sebenarnya ia hanya melarikan diri dari segala persoalan, dari kenyataan, karena ia sebenarnya tak cukup tabah untuk menghadapi penderitaan.

 

Reference:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline