"Tips agar tak terjebak dalam friendzone sih, Ra?" tanya salah seorang teman padaku saat aku tengah memerhatikan orang-orang yang berlalu lalang di ruang tunggu dosen.
"Gak usah berteman."
Demi mendengar jawabanku, seseorang itu mendorongku. Hingga aku nyaris terjengkang, sebab tubuh yang terlalu ringkih. Mungkin angin saja bisa menerbangkannya dengan mudah.
"Tapi bener juga sih, harusnya memang aku gak berteman dengan dia. Ujung-ujungnya aku yang baper."
Aku mengangguk, setelah memastikan posisiku aman terkunci di kursi plastik, kokoh. "Begitulah aku memang selalu benar," imbuhku jumawa.
temanku menghela nafas, "Tipsnya berhenti, Ra?" tanyanya lagi.
"Ya tinggal berhenti. Kamu tau di mana letak remnya?"
Temanku menggeleng, "justru karena aku tidak tau makanya aku bertanya, Ra."
"Remnya ada ditanganmu sendiri, injak dan tahan rem itu. Jangan malah tarik terus tuas kemudinya. Berhenti saat itu juga, apa susahnya berhenti dari pada kamu yang terus-terusan sakit hati."
"Tapi ini bukan naik kendaraan, Ra. Ini hubungan antara dua manusia yang, ah gitulah susah, susah banget pokoknya," sahutnya sedikit frustasi.
Aku dapat membayangkan jika fikirannya tengah kacau karena tak mudah mengendalikan diri saat jatuh cinta pada sahabat baik sendiri. Semakin dipendam semakin menggebu, jika diungkapkan iya jika perasaan itu terbalas jika tidak, resiko kehilangan sahabat baik tergambar jelas di depan mata.