Di era globalisasi seperti ini menuntut setiap orang untuk berfikir positif, produktif, aktif dan kreatif agar tidak tergerus zaman. Kenapa demikian, karena zaman sekarang yang berperang bukan lagi otot melainkan otak. Maka tak ada apa-apanya jika kita hanya membesarkan otot tanpa mengembangkan otak.
Seperti yang terjadi di lingkungan masyrakat akhir-akhir ini, dengan teknologi yang sudah canggih tapi pemikiran masih tertatih.
Banyak masyrakat yang dengan PD dan bangganya kalau mereka sudah melek teknologi, smartphone selalu di genggam, apapun menjadi sebuah bahan untuk updatean agar khalayak ramai bisa mengetahui sedang apa, dimana, makan apa, dengan siapa, dll yang menjadikan gaya hidup diri sendiri ajang tontonan orang lain.
Tak jarang dari mereka mempublikasikan masalah pribadi agar di konsumsi masa dan menjadi asumsi bagi para pembacanya. Ketika orang beramai-ramai mempertanyakan langsung kepadanya, diapun malah menjadi geram dan berdalih bahwa ini masalah privasi.
Jika memang masalah privasi kenapa dia sendiri yang memplubikasi. Mungkin bagi mereka ada kepuasan tersendiri jikalau harus mencurahkan hal kurang bahagia pada social media, entah untuk konsumsi pribadi atau sekedar pengumuman pada orang lain saja. Walaupun sudah melek teknologi sebagai pribadi yang cerdah terlebih dahulu berfikir apa dampak yang akan di hasilkan jikalau mempublikasikan ini dan itu.
Zaman memang sudah begitu canggih, informasi dari seluruh penjuru duniapun mudah didapatkan, gaya hidup bisa di bagikan, kisah pribadi mudah untuk dipublikasikan, begitupun dengan masalah pribadi yang seharusnya menjadi privasi.
Walaupun segalanya sudah serba mudah, untuk urusan pribadi kita butuh ruang yang hanya menjadi konsumsi sendiri, seperti contohnya curahan hati. Memang dirasa perlu selain kepada Tuhan kita membaginya kepada orang terdekat yang bisa dipercaya agar mendapatkan pencerahan dengan bebagi pendapat.
Jika kita mencurahkan segala keluh kesah kepada orang yang kita percaya belum tentu dia dapat menjaga kepercayaan itu, dan belum tentu juga dia dapat memberi pendapat yang membuat hati menjadi lega dan tak semua orang yang kita percayai itu amanah. Faktanya hanya beberapa kata saja yang kita dapatkan setelah panjang lebar mencurahkan isi hati yaitu kalimat "kamu yang sabar yah".
Memang tidak ada yang salah dengan kalimat itu, namun sebagai manusia yang sedang dirundung kebingungan membutuhkan kalimat-kalimat yang dapat memecahkan problematika yang sedang mendera, kalau urusan sabar itu sudah pasti dan tahu harus di lakukan.
Dengan pengalam yang seperti itu, menjadikan saya lebih menyukai bercengkrama dengan Tuhan di sujud panjang, dan supaya menjadi lebih lega saya menceritakan segala keluh kesah dalam setiap lembar-lembar diary.
Iya diary, buku yang berisi tentang semua hal yang saya alami suka ataupun duka, semuanya saya curahkan disana. Mungkin banyak yang berpikir bahwa diary sudah tidak jaman, namun diary disini bukan hanya lembaran kertas yang isinya saya tulis dengan pulpen berwarna warni saja, tetapi diary yang saya ketik di word sebagai arsip pribadi, disimpan dalam file pribadi yang terkunci password dan hanya saya dan Tuhan saja yang tahu. Bagi saya menulis dalam bentuk apapun adalah kesukaan, mau dalam kertas manual ataupun dalam kertas digital.