Lihat ke Halaman Asli

Perlunya Pelestarian Budaya Lokal di Tengah Globalisasi

Diperbarui: 26 Juni 2015   12:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Fenomena merebaknya budaya lokal tidak bisa ditahan. Dengan semakin canggihnya tehnologi maka jarak, ruang dan waktu tidak menjadi hambatan. Apa yang sedang ngetren di Amerika dan Canada seperti lagu Baby dari Justin Beiber juga populer jauh dipelosok desa Timu Kecematan Bolo NTB, satu wilayah yang tidak tampak dalam peta. Begitu dasyatnya pengaruh globalisasi hingga hampir saja membuat beberapa item budaya lokal terpinggirkan.

Dari pengamatan penulis budaya lokal yang mulai terpinggirkan khususnya di daerah asal penulis di Bima adalah: Kesenian, pakaian. Beberapa jenis kesenian daerah dan pakaian khas Bima , ibarat orang yang sakit perlu masuk ruang UGD untuk dirawat secara intensif, bila tidak kemungkinan besar akan meninggal, sama saja dengan kebudayaan-kebudayaan itu pasti juga akan punah dari peredaran. Upaya penanganan serius pelestarian budaya daerah menjadi tangung jawab kita bersama. Kasus diatas tidak mustahil terjadi di daerah lain.

Banyak gambaran jenis-jenis budaya daerah yang terpinggirkan yaitu kesenian daerah Bima Rawa Mbojo ( Nyanyian Bima )yaitu sebuah pertujukan nyanyi yang diiringgi biola nyanyian yang berisi pantun-pantun. Pantun-pantun tersebut mulai pantun nasehat, pantun sejarah sampai pantun improvisasi yang mengambarkan situasi, obyek atau seseorang saat itu sangat digemari dan hampir tiap malam ada pertunjukan di tiap Desa, itu kondisi 5 tahun yang lalu. Pertunjukan tersebut 5 tahun yang lalu masih digemari mulai anak-anak, remaja sampai orang tua.

Masyarakat dapat semalam suntuk tak beranjak dari tempatnya menikmati alunan lagu Bima dengan iringan khas Biola yang mendayu-dayu. Namun kondisi saat ini jauh berbeda. Pertunjukan lagu Bima sudah menjadi barang langka tergantikan pertunjukan orgen tunggal dengan lagu dangdut yang meriah dengan “ KEONG RACUN”

Anak-anak muda, Remaja 5 atau 10 tahun lalu pandai melantunkan pantun-pantun Bima, saat ini mereka hafal syair lagu Justi Beiber, serta penyanyi populer lainnya.

Keprihatinan serupa terjadi pada pakaian tradisional Bima yang disebut Rimpu. Rimpu yakni pakaian sejenis jilbab yang kainnya berupa kain sarung Nggoli ,kain sarung tenunan asal Bima yang dililitkan dikepala dan menutupi kepala, kecuali muka. Pakaian ini 5 atau 10 tahun lalu diguanakan secara luas seperti di pasar serta ditempat-tempat umum lainnya. Namun saat ini kita kesulitan menemukan orang yang mengunakan Rimpu.

Gambaran diatas menunjukan betapa satu demi satu kekayaan budaya lokal kita dalam proses kepunahan.

Haruslah ada langkah-langkah konkrit pelestarian budaya daerah seperti telah dikemukakan bahwa budaya daerah akan punah apabila tidak ada upaca pelestarian. Pertanyaannya kemudian apakah langkah-langkah konkrit nyata yang harus dilakukan? Kapan Pelaksanaan? Dimana? bagaimana dan siapa yang bertangung jawab melaksanakan pelestarian bubaya daerah tersebut? Paling tidak ada langkah-langkah strategis yang dapat ditempuh dalam upaya pelestraian budaya daerah yaitu melalui jalur pendidikan dan pariwisata.

Pertama jalur Pendidikan, dalam hal ini memasukan budaya daerah ke dalam kurikulum sekolah sejak TK sampai SMA. Dengan memasukan budaya daerah kedalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah maka anak-anak akan mengenal budaya daerah mereka. Apabila sudah mengenal kemudian diajarkan bagaimana bentuk dan pelaksanaan budaya tersebut dalam praktek secara terus menurus dari TK sampai SMA diharapkan budaya daerah akan meresap dan dihayati oleh anak-anak. Selanjutnya anak-anak timbul rasa cinta kepada budaya daerah mereka. Menanamkan rasa cinta terhadap budaya sangat penting. Dengan rasa cinta terhadap budaya daerah sangat penting. Dengan rasa cinta inilah nantinnya akan menjadi bekal kedepan dalam bentuk action (tindakan) untuk berkarya dan menampilkan budaya tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Cinta budaya juga akakn menjadi benteng pelindung gencarnya gempuran pengaruh budayah global.

Kedua melalui jalur Pariwisata. Khasanah kekayaan budaya daerah yang kita miliki harus diberikan peluang , ruang gerak yang seluas-luasnya. Salah satunya mengadakan kegiatan pariwisata. Dalam hal ini perlunya campur tangan pemerintah daerah dalam merancang agenda pariwisata. Pentas budaya seperti dalam pembahasan ini mengenal lagu bima ( rawa mbojo ) dan pakaian Bima ( rimpu ) perlu secara berkala dan kontinyu ditampilkan dalam pentas tersebut. Sedapat mungkin acara-acara budaya mengikut sertakan masyarakat luas.

Kapan mulai dan siapa yang bertangung jawab? Berkaitan dengan waktu pelaksanaan tentu lebih cepat lebih baik. Lebih cepat masuk dalam kurikulum, dan lebih cepat masuk dalam kurikulum, dan lebih cepat masuk agenda pariwisata lebih baik, karena akan cepat menangulangi punahnya budaya daerah. Pelestariaan budaya daerah adalah tangung jawab masyarakat dan pemerintah dan pemiliknya. Masyarakat dan pemerintah setempat paling bertangung jawab atas berkembang tidaknya budaya daerah . lembaga dan instansi pendidikan dan kebudayaan sebagai motor pengeraknya didukung instansi pemerintah yang mempromosikannya.

Sinergi atau kerja sama bidang pendidikan dan pariwisata sangat ideal dalam rangka pelestarian budaya daerah. Sekarang waktu yang tepat memulainya, bila tidak maka satu demi satu budaya daerah akan segera punah. Pada akhirnya bila tidak dipedulikan maka kita akan terasing budaya kita sendiri. Yang lebih mengkhawatirkan kita akn tercabut dari akar budaya kita dan tidak lagi memiliki jati diri, identitas secara kultural ( budaya ). Dnegan melesrarikan budaya daerah akan menjadi modal utama dalam mewujudkan budaya dan identitas nasional bhineka tunggal ika, berbeda-beda tetap satu juga.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline