Lihat ke Halaman Asli

Puisi: Tidak Ada Pamit yang Sepenuhnya Baik

Diperbarui: 30 Agustus 2022   21:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi pergi dari rumah. Sumber: Efrem Efre/Pexels.com

Sejak kau tak ada, aku tak memiliki rumah. Setiap hari, setiap mata, setiap percakapan terasa seperti perjalanan tanpa pulang. Setiap ruang, setiap  pijakan seperti hanya sebuah persinggahan. Aku tak menetap dimanapun melainkan di dirimu dan aku tak pulang kemanapun melainkan kepadamu. Jadi begini, rasanya hidup namun hilang. Aku seperti cawan berisi anggur yang kehilangan bibir tuannya yang setiap pagi menyentuh, menegaknya.

Bagi yang telah berhasil menggali ke dalam inti pertemuan lalu menemukan kebahagian, tidak ada pamit yang sepenuhnya baik meski telah dilakukan dengan begitu baik. Tidak ada pamit yang tak meninggalkan sepotong hati melainkan sebilah sakit. Juga malangnya, malam terakhir kita bertemu, tak ada seremoni saling peluk lewat tatap. 

Tak ada diskusi tentang bagaimana luka perpisahan ini kedepannya akan diselesaikan. Hanya ada sepasang mataku yang terus menatap ke jari-jari kaki seraya mengucurkan deras air dari dadaku yang kembang kempis memeras hati. Juga bibirmu yang seperti habis dirampok kalimat-kalimatnya dan hanya berhasil menyelamatkan kata maaf.

Malam begitu dingin namun diriku menjelma gurun pasir beserta segala yang ada didalamnya. Tak kumiliki perasaan apapun melainkan haus dan terbakar. Kata maaf darimu hanya sampai di ujung bibirku, tak bisa pergi lebih jauh bahkan hanya untuk sampai ke dalam leherku. Aku dahaga, lelaki. Butuh lebih dari maafmu.

Masih kuingat betul, hanya sekali aku melihat ke dalam matamu. Matamu memerah lelaki, seperti telah membenamkan diriku untuk seterusnya. Itulah senja yang paling kubenci selama hidupku, senja di matamu malam itu.

Kalau terus kuingat rasanya dadaku menyala, seluruh bagian dari diriku menjadi marah. Tidak, kita tidak berpisah atau juga terpisah, yang ada hanyalah kebenaran bahwa kau meninggalkanku. Sebab itu kau pamit, sebab itu hanya diriku yang menangis malam itu dan memendam sakit.

Ilustrasi Pribadi




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline