Lihat ke Halaman Asli

Sambungan Telepon Berdarah

Diperbarui: 1 Februari 2021   19:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Pribadi

"Aku yang terbaik dalam mencintainya, iyakan?" tanyamu padaku melalui panggilan telepon di suatu sore.

"Mungkin saja, tidak ada yang tau." jawabku. Sepertinya kamu kecewa atas jawabanku, terbukti dengan terdengarnya hembusan panjang napasmu.

"Tapi aku tau kamu tidak pernah mencintai orang sebaik dan setulus ini sebelumnya." Sambungku.

"Kamu benar Ra. Belum pernah aku secinta ini pada seseorang terlebih lagi bertahan dalam kurun waktu yang panjang. Tiga tahun Ra, sudah tiga tahun aku mencintainya. Meski dia mencintai orang lain aku masih saja terus mencintainya." katamu dengan suara bergetar. Aku paham betul, aku mengerti sekali perasaanmu. Tidak ada yang lebih mengerti daripada aku.

"Dia beruntung sekali bisa dicintai sedalam ini olehmu." kataku. Aku tidak berbohong. Siapapun akan sangat beruntung jika dicintai dan didoakan dengan sebaik itu.

"Benarkah?" tanyamu.

"Tentu saja. Jika ada seseorang yang diam-diam mencintaimu dan mendoakanmu dengan tulus meski tau bahwa hatimu tidak untuknya saat ini, apa kamu tidak merasa bahagia?" kataku.

"Ya, tentunya aku akan bahagia. Karena aku sudah merasakan sendiri bagaimana rasanya, siapapun yang mecintai seperti itu adalah orang terhebat." jawabmu.

Terimakasih, itu sudah cukup. Aku terluka tentu saja, tak bisa dipungkiri. Namun jika kamu bahagia dicintai olehku maka itu bisa menyembuhkan lukaku. Tanpa kamu tau, sudah hampir 6 tahun aku mencintaimu. Tentu saja sudah sangat dalam perasaanku dan aku tak bisa mengatakannya padamu. 

Mencintaimu adalah perjalanan panjang andai kamu tau. Dari awal perasaan ini hadir, aku menyangkalnya dan terus-terusan membohongi diriku sebab kamu adalah sahabatku. Lalu ketika aku menyadari bahwa aku memang mencintaimu, saat itu juga hatiku dibuat patah olehmu. Kamu mencintai orang lain, tentu bukan salahmu. 

Lalu aku larut dalam perasaan bersalah sebab merasa telah menghianatimu. Setiap kali kamu bercerita tentang orang yang kamu cintai, setiap itu juga hatiku  tertusuk berkali-kali. Aku selalu merasa dalam posisi yang salah sebab tak seharusnya ada cinta di hatiku untukmu. Hingga akhirnya aku mulai bisa berdamai dengan perasaanku, dengan lukaku, dan dengan diriku sendiri. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline