Kasus pelecehan seksual merupakan sebuah tindakan yang dilakukan atas dasar nafsu dan bersifat paksaan, sehingga kasus ini sering kali terjadi dengan kekerasan atau sampai pembunuhan. Kasus ini menjadi masalahan yang terus terjadi dan belum terselesaikan sampai sekarang. Banyak korban yang mengalami pelecehan, di mana pelecehan dapat terjadi di berbagai kalangan baik kalangan anak kecil, dewasa, atau bahkan lanjut usia. Banyak perempuan yang menjadi korban dari kasus pelecehan, tak hanya itu terkadang korban pelecehan ini juga mendapatkan perilaku diskriminasi atau pandangan negatif dari lingkungan sekitar.
Perempuan sering menjadi objek seksual bagi para pelaku. Pandangan atau anggapan inilah yang membuat perempuan sering menjadi korban dari pelecehan seksual. Kurangnya kesadaran dalam lingkungan masyarakat terhadap kesetaraan gender juga mempengaruhi isu ini. Tindak pelecehan seksual ini tidak memandang pakaian yang dikenakan korban, baik pakaian yang minim atau bahkan pakaian yang tertutupun masih sering menjadi korban pelecehan.
Banyaknya korban pelecehan seksual yang mendapatkan diskriminasi dari lingkungan sekitar atau dari oknum dan yang lainnya, ini membuat para korban-korban yang lainnya itu takut atau enggan untuk melapor karena takut mendapatkan pandangan negatif tentang dirinya. Karena banyaknya kasus tindak diskriminasi pada lingkungan masyarakat, hal ini membuat munculnya istilah Victim Blaming. Mungkin sudah ada yang tidak asing dengan istilah tersebut , mungkin juga ada yang baru mendengar istilah tersebut.
Fenomena Victim Blaming adalah istilah yang ditujukan untuk orang atau kelompok masyarakat yang sering menyalahkan korban atas apa yang terjadi. Istilah fenomena Victim Blaming ini diperkenalkan oleh orang Amerika yakni dosen sosiologi bernama William Ryan. Dia memperkenalkan istilah ini setelah melihat permasalhan permasalahan yang terjadi di lingkungan sosial tentang kurangnya pengetahuan tentang kesetaraan gender.
Victim Blaming ini sangat erat dengan kasus pelecehan seksual terutama terhadap korban perempuan. Sebab korban perempuan pelecehan seksual sering mendapatkan diskriminasi dari orang sekitarnya. Fenomena tersebut mendorong korban serta mempertanyakan tentang apa yang terjadi sebelum pelecehan tersebut. Karena adanya sifat Victim blaming pada masyarakat membuat korban dari kejahatan pelecehan seksual ini terutama perempuan takut untuk melaporkan ke pihak yang berwajib atas apa yang yang terjadi kepadanya. Hal ini terjadi karena ketakutan korban terhadap respon orang-orang di sekitarnya karena adanya fenomena Victim blaming .
Orang yang memiliki perilaku Victim Blaming ini biasanya menganggap bahwa korban yang menjadi pelecehan seksual itu merupakan salah korban itu sendiri, baik menyalahkan pakaiannya, tingkah laku atau di mana tempat korban itu mendapatkan pelecehan. Ini juga terjadi akibat karena kurangnya kesadaran tentang kesetaraan gender yang mana menganggap bahwa perempuan itu seharusnya di rumah, mengurus anak, dan memasak. Sehingga ketika ada korban pelecehan seksual itu di luar lingkungannya atau di luar rumahnya, masyarakat yang kurang pengetahuannya itu menganggap bahwa hal tersebut wajar terjadi karena perempuan tersebut berada di luar lingkungan.
Fenomena ini tidak bisa terus di biarkan, Masyarakat harus mendapatkan pengetahuan tentang apa itu kesetaraan gender, serta menghapuskan pandangan negative terhadap perempuan sebagai makhluk sosial. Banyak gerakan feminis yang menyuarakan isu ini. Gerakan gerakan itu tak hanya ingin meminta adanya kesadaran gender saja, melainkan gerakan feminis itu ingin menentang dan menghapuskan pandangan serta tuntutan terhadap kebebasan perempuan. Serta untuk menghilangkan sifat Victim Blaming masyarakat juga harus menghapus stigma bahwa perempuan sebagai objek seksual.
Studi Keamanan Internasional - HI A Palembang
Nama : Lukyana Nabillah
NIM : 07041382126169
Dosen Pengampu : Nur Aslamiah Supli,BIAM., M.Sc