Lihat ke Halaman Asli

Ga Mudik? Yuk Nikmati Jakarta dengan Naik Umum, Ini Caranya...

Diperbarui: 4 Juli 2016   09:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jumat 3 Agustus 2012

           

Jumat, ya hanya jumat hari liburku. Jumatlah hari yang paling kunanti sepanjang minggu. Hari itu merupakan hari istirahat sambil sesekali kupergunakan untuk menekuni hobi-hobiku. Mulai dari memandikan Sogi, kucing penerus almarhum Ucup, hingga touring dalam kota.

               Jumat ini sebenarnya seperti biasa aku akan touring ke Cikarang bersama B0935 P9BC. Rekan touring kali ini dua orang, bro Yeremia dan Mario Hutapea, seorang pecinta koridor 2-3 transuckarta buswait yang sukses “kuhasut” untuk menjadi pecinta Mayasari. Kamis sore bro Yer sms konfirmasi,

“besok jadi touring dalam kota?jam berapa?”

“jadi, jam stengah 9 lah di KPR”, balasku.

“wah jangan siang2 aku ngantuk. Ini aku di Gajah ngulon ke Jakarta. Subuh udah di RM”

“waduh, soale si Dwi tem terakhir dari Cikarang. Masuk KPR jam segitu”

“yowiz, liat kondisi besok pagi ya”, jawab bro Yeremia.

                Rangkaian SMS tadi menyiratkan tampaknya personel touring galau akan berkurang satu. Namun kegalauan berubah menjadi kepastian setelah tengah malam bang Mario SMS juga, “mas maaf besok ga jadi ikut ya. Saya disuruh nemenin saudara saya”. OK, touring ke Cikarang dipastikan batal.

 

*****

      

         Pagi itu setelah sukses memandikan Sogi mama bertanya kepadaku.

“hari ini jadi ke Cikarang?”

“ga jadi, anak-anaknya ga jadi ikut”

“trus mau kemana?”

“ga tau deh, tidur2an aja deh”

“jalan2 aja yuk, kemana kek. Jangan naik motor, jalan2 enjoy aja”, mama mengajak.

“Bogor yuk ma”

“terserah”

Namun atas pertimbangan esensi dari sebuah perjalanan, akhirnya aku memasukan KAMPUS UI sebagai tujuan. Mau legalisir ijazah.

“lha terus kemana lagi dari UI?”, Tanya mama.

“ke Glodok jalan-jalan terus pulangnya lewat Tanah Abang”, jawabku

“ngapain?”, Tanya mama.

“nyobain AC70 ma, mobilnya baru”

“wah boleh juga tuh”, ga disangka mama setuju.

            

   Akhirnya kami memulai touring galau dengan angkot AL K28 menuju Rambutan. Di jembatan Rambo (konon asalnya”Rambutan-Bogor”) kami diselip P17 B1039 Nucleus3, sontak ingatanku mengarah ke tour Aremania Batavia goes to Oslo. Aku tertawa.

“lha kenapa ketawa”, Tanya mama.

“itu, anak-anak Batavia ke Solo naik itu hahaha”

“bis nya yang itu?”

“bukan, yang body 1038”

Sesaat sebelum memasuki Rambutan aku SMS Dwi, andai dia masih ada di KPR mau aku berikan stiker MBM yang sudah lama ia pinta.

“di rumah, gw ga gawe. Bangun kesiangan”, balas Dwi. Iseng aku jawab;

“ah kampret, gw di KPR niy”, biar dia merasa “bersalah”.

Ternyata feeling bro Yeremia dan bang Mario tepat, tunggangan kita sedang santai di istal Cibitung.

                Perjalanan dilanjutkan dengan naik T19 ke arah UI Depok. Kami turun di Gunadarma, karena tujuan Rektorat. Disaat menyebrang itulah sebuah MGI Evo X RK8 Depok-Bandung menyapa kami.

“punya siapa tuh?”, Tanya mama.

“Mayasari”, jawabku mantap.

Seperti biasa pelayanan administrasi di kampus masih culun, masih mending pelayanan ticketing  di beberapa PO. Selesai proses legalisir kami menuju stasiun UI. Tidak ada bikun (bis kuning) UI baik yang milik UI maupun milik Aerotrans (atau masih Aerowisata??sama ga sih??). saat itu jam solat jumat. Kami memilih berjalan kaki daripada menunggu di halte. Di stasiun “jumpa fans” dulu dengan member MBM dengan souvenir 2 stiker MBM plus embel2 “temple di AC84 loh!”.

                Kami menaiki roda besi menuju Kota alias Beos. Sedikit mengenai KRL AC ini, sumpah AC nya masih kalah dengan Mayasari Odong2. Puanas, kipas angin pun tidak terasa hembusannya. Aku jadi memahami kenapa para roker sering protes soal layanan KRL.

                Dari Beos kami naik M12 Kota-Senen ke Glodok. Liat-liat took obat Cina sesaat, lalu kami wisata kuliner. Perjalanan dilanjutkan dengan angkot M08 ke Tanahabang. Siang menjelang sore itu sangat terik. Sesaat lagi kami akan mencapai Tanahabang, sentra tekstil yang juga salah satu “sentra Mayasari” di tengah kota selain Senen dan Grogol.

                Usulku menunggu di fly over Jatibaru ditolak sama mama, karena resiko tidak dapat seat. Akhirnya kami sedikit bergeser ke fly over Tanahabang. Tak beberapa lama aku melihat PPD R916 dan P14. Ya, mereka yang mencoba bertahan di kejamnya ibukota. Juga ada odong-odong P50 yang sudah miring dan langsung jalan tidak pakai ngetem. Dari kejauhan terlihat “Manohara” Evo X. dari bokongnya terlihat kalau dia AC70, bukan AC52 yang Manohara generasi awal. Sekilas soal Manohara, nama itu merupakan pemberian kru Mayasari. Karena keluarnya armada anyar Mayasari Evo X berbarengan dengan hangat-hangatnya isu Manohara. Nama lain di Mayasari adalah Isabela, nama ini diberikan untuk armada ganti baju keluaran Mayasari Utama seperti yang terlihat di P9B Cikunir. Sementara armada Citymile 2012 yang baru keluar dipanggil dengan nama “Ayu Tingting”. Iseng aku pernah bertanya nama Mayasari Khong Guan Odong2 ke Aki Dede sewaktu masih ada P9.

“lha kalo mobil aki ini namanya apa?”, tanyaku dari atas mesin.

“nah kalo ini namanya NYAK NORI”, jawabnya sambil bergelantungan di pintu depan.

                AC70 saat itu masih ngetem santai. Mama naik ke dalam, aku beli 2 gelas sari tebu (tapi pas diminum kerasa gula biang). Saat naik ternyata hot seat sudah terisi, mama teriak dari belakang.

“belakang aja ya? Mau di depan?”

“lha depan gimana, udah penuh”.

Di baris belakang tidak ada penumpang, yang ada hanya pengamen. Seperti biasa diantara mereka terselip preman orasi. Kadang gemas juga melihat tingkah mereka. Pun saat menjadi kru. Namun tidak ada yang bisa menjamin keselamatan kru jika ikut menghajar bandit-bandit jalanan ini (PR buat aparat keamanan). Namun seperti biasa preman orasi enggan cari masalah dengan orang yang tampangnya seperti saya. Mereka Cuma lewat ketika “menggunting”.

                Bis masih belum berjalan, mama turun dari bis.

“ngerokok dulu ah”

Inilah mamaku, perokok berat. Meskipun anaknya tidak ada yang merokok. Kebiasaan merokok ini pula pernah menjadikan “sumber keributan” antara mama dan kernet Kramatdjati. Ketika itu kami pulang dari Malang. Mama ke smoking area. Ga lama terdengar ocehan,

“ini kan bis eksekutif. Ada smoking area nya, masak ga bisa dipake!! Trus saya bayar mahal buat apa”

Aku Cuma bisa berbisik pelan ke adik, “belum juga keluar Malang…udah ribut tuh mama”.

Namun perseteruan tidak lama. Sesampai di RM Mitra Kragan, Rembang mama sudah damai dengan si kernet. Ditandai dengan berbagi rokok dari mama ke si kernet (macam Indian aja hihihi).

                Sekitar 15 menit ngetem bis berangkat, kernet sudah naik ke bis berpintu tengah ini. Sumpah ngeliat spek pintu tengah-belakang menjadikan Mayasari seperti metromince. Mama belum naik, namun tidak membuatku panik.

“ah udah gede ini, ga mungkin nyasar”

Sepuluh meter bis beranjak mama muncul, ternyata mama ngerokok bersama timer Mayasari.

“udah tua An timernya. Tua banget”

“Pake peci?gemuk?”

“iya. Koq tau?”, jawab mama.

“dulu pernah nemerin P9 di Pinangranti”.

                Kami duduk di tengah. Aku di sisi kiri, mama di sisi kanan. Kalau ini seperti Formasi Copet Mencari Mangsa hihi.AC70 memutar di kolong fly over. Tampak Manohara AC52 tujuan Bekasi mengisi tempat ngetem kami tadi. Perjalanan masih diwarnai kemacetan. Sesampai di perempatan Kebonsereh terlihat Mayasari lain, AC62 Senen-Cimone dengan sewa yang lumayan. Pun begitu dengan AC70, disana banyak naik sewa yang lumayan (lumayan bening maksudku ;-) ). Jalur Thamrin memang termasuk banyak sewa bening. Bukan sekedar sewa Jatibening, namun sewa geulis khas karyawati Thamrin-Sudirman. Suasana di AC70 mengingatkanku akan P9. Suasana keakraban khas patas dimana sering terdengar sapaan, “hai, naik dimana?koq dapet duduk?enak ya” atau seruan panic di telpon “cepetan, patasnya udah lewat bla bla bla. Buruan keluar kantor”.

                Suasana pedagang khas patas juga terasa. Pedagang barang-barang unik mulai dari kanebo, kancing jeans hingga korek kuping elektrik.

“satu lagi kami tawarkan korek kuping elektrik. Bisa digunakan untuk membersihkan kotoran2 kuping  yang sulit. Daripada ke dokter, bisa habis ratusan ribu disini cukup 10rb bisa digunakan ngorek kuping sambil menghayal…”

“nah pak, tuh orang suka ngorek kuping”, tunjuk mama ke aku. Aku tertawa.

“selain untuk korek kuping, ini juga banyak kegunaannya…bisa untuk nyabut alis, nyabut uban….”

“nah pak, ibu itu tuh ubanan”, gentian aku nunjuk mama hahaha.

                Dari bangku sebrang mama mamanggilku,

“tidur aja An”

Aku jawab dengan gelengan kepala. Aku mau bernostalgia dengan patas. Sekaligus merasakan Manohara terbaru Mayasari. Sembari membayangkan armada ini kalau diperbantukan buat mudik pasti nyaman.

                Di depan hotel Nikko seorang ibu akan naik, namun sang kernet menolak dan berteriak,

“berdiri bu. Udah gada bangku”

Si ibu yang sudah berpamitan dengan teman-temannya mengerti. Dan tidak jadi naik.

“daripada naik nanti turun lagi”, jelas si kernet ke sang sopir. Mengingatkan akan ungkapan Arswendo di buku Abal-abalkalau “Penjara itu sama dengan bis kota; selalu ada tempat buat yang ingin masuk”. Ya, kali ini si ibu memilih tidak mau masuk.

                Di bundaran HI terlihat satu lagi biskota PPD R213 (kata anak Atma kepanjangan 213 adalah “dua sepertiganya copet” hihi). Sementara dari arah Dipenogoro terlihat 1 AC70. Sore hari memang banyak AC70 motong lewat Pramuka-Dipenogoro untuk menghindari macet Komdak. Sementara dari arah Sudirman juga terlihat satu lagi AC70. Wah ga kebayang akan terjadi fight seru sesaat lagi dari HI-Tenabang antar 2 AC70 itu.

                Di Dukuh Atas terlihat barisan OH Prima body Volgren milik PPD. Mereka adalah AC17  Tujuan Bekasi  dan AC10 Tujuan Rambutan. Sekilas AC10, sebenarnya sewanya lebih bagus dari AC70. Namun itu ketika masih sampai Kota. Namun rutenya dipotong sejak ada koridor 1. Akibatnya AC10 hanya mendapat kue sedikit disbanding AC70. Namun sebulan terakhir semenjak kedatangan Manohara, AC70 tampaknya Mayasari tidak ingin AC10 mati terkait persaingan dari segi armada. Sejak menjadi Manohara AC70 tidak melewati TMII kalau pagi. Seakan memberikan AC10 jatah untuk tetap hidup (patut ditiru PO lain).

                Dari Dukuh Atas Manohara yang kutumpangi masuk ke jalur cepat. Sekali lagi Manohara masih memberikan jatah ke AC10. Di entry Karet, bergabung 1 lagi AC62 ke jalur cepat. Disinilah semua bis yang masuk jalur cepat ngemel ke preman. Di Komdak naik sekitar 10 orang penumpang. Di depan hotel Crown terlihat 1 lagi Mayasari yaitu AC43 Grogol-Cibinong yang tampak sudah miring. AC43 bermesin AK Ranger yang ditandai dengan no body awalan Lxxx. Di depan Kartika Chandra Manoharaku dicheck oleh petugas checker. Juga si AC43 yang tadi. Cuma AC70 ku memilih dicheck sembari macet di jalur kanan sementara AC43 di lajur kiri. Tak beberapa lama si AC43 itu dengan santainya memotong jalur kami. Namun karena satu “partai”, tidak menjadikan halangan buat si Manohara memberikan jalan ke Odong2. Hidup OrMas (orang Mayasari).

                Masuk tol dalam kota, lengkingan turbo AK8 yang tadi sunyi mulai terdengar. Sayang padatnya lalu lintas jumat sore membuat lengkingan tersebut tidak panjang. Di jalur arteri tampak Mayasari AC02 yang menjadi rute pewaris P6. Sementara di fly over Kuningan tampak P55 yang masih kosong. Aksi ngeblong dijamin tidak bisa kita lihat di jumat sore. Cuma akshi mbahu jalan yang menjadi hiburan kami. Aksi mbahu jalan berakhir di depan RS Medistra karena ada rombongan VIP yang pengen mbahu jalan juga.

                Satu lagi AC02 terlihat di Cawang Atas. Kali ini bermesin RKT yang ditandai dengan no body Txxx. Untuk chasis AK8 Mayasari memberi  awalan no body Bxxxx. Lepas dari tol dalam kota lalu lintas mulai lancar. Kembali lengkingan AK8 terdengar. Sambil berhayal andai P9 dihidupkan lagi dengan armada Manohara pasti cantik.

                Exit Garuda bis mengambil arah ke TMII, benar-benar rekonstruksi P9. Lampu menyala hijau ketika penumpang diturunkan. Kernet nekat menurunkan penumpang. Dari jauh kulihat seorang polisi polsek Makasar bergegas kearah kami. Aku ingat ini polisi yang pernah minta uang rokok ke Pei waktu P9 nya lewat (padahal udah bayar uang jalur). Dan benar, si polisi mendesak-desak ke kernet sambil memalangi AC70 dari depan. Akhirnya sebuah 10rb berpindah tangan dari si kernet ke polisi. Mama yang melihat terlihat geram,

“diambil juga??”

“ya gitulah kelakuan ma. P9 aja yang bayar uang jalur ke polsek Makasar dimintain.. polisi yang itu agak maruk”, jelasku.

Mama hanya menggeleng.

                Touring galau kami diakhiri dengan naik angkot T15A. enjoy Jakarta dengan plat kuning

 

Ayo naik bis, ayo naik Plat Kuning

SALAM PATAS!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline