Lihat ke Halaman Asli

Dedy Corbuzier Terjerat dalam pusaran Jupe dan Depe

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Ketika Hakim Agung, Gayus Lumbun dituduh menerima suap Rp. 700 juta, Ia langsung bereaksi melaporkan tuduhan dugaan penerimaan suap dalam pengambilan putusan perkara antara artis Julia Perez dan Dewi Persik tersebut. Dengan alasan penghinaan dan pencemaran nama baik.

Hal tersebut didukung oleh Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali, "Sudah benar. Kami Kalau itu fitnah, ya kami harus mendukung (pelaporan itu)," kata Hatta, di Jakarta, Rabu (26/2/2014). Langkah itu tepat, imbuh dia, karena menggunakan saluran hukum melalui kepolisian.

Sebagaimana diucapkan oleh Ketua Mahkamah Agung: Gayus, ujar Hatta, punya hak melaporkan dugaan perbuatan pidana berupa fitnah. "Ini perlu juga masyarakat diberikan pelajaran yang seperti itu. Jangan seenaknya menuduh hakim telah menerima suap, padahal faktanya tidak ada," kata dia.
Dari sumber: http://nasional.kompas.com/read/2014/02/27/0427231/MA.Dukung.Gayus.Lapor.Polisi.Soal.Tuduhan.Suap.di.Perkara.Julia.Perez.dan.Dewi.Persik

Berdasarkan penyataan ketua Mahkamah Agung di KOMPAS.com tersebut, untuk sama-sama menjadi pelajaran bagi seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya bagi masyarakat, tapi juga buat hakim, apapun tingkatan Hakimnya, baik Hakim Agung, Hakim Pengadilan Tinggi, Hakim Pengadilan Negeri, supaya kita semua bisa introspeksi diri, berani menunjukkan bukti otentik bila memberitakan maupun menyanggah suatu informasi.

Sebagaimana penayangan yang dilakukan oleh Dedy Corbuzier diacara Hitam Putih di Trans7 pada tanggal 18 Februari 2014. Jika memang ada bukti transfer kenapa Mentalist dan Illusionist yang terkenal berani itu mesti takut, dan apa yang disampaikan juga adalah pelajaran bagi hakim, bagi kita semua, untuk berani bersikap kritis terhadap penegakan hukum di Negara ini, agar menjadi lebih bermartabat. Jika punya bukti jangan lantas keder hanya gara-gara dilaporkan. Sebab kebenaran lebih utama dari hanya sekedar diancam masuk penjara, apalagi belakangan ini memang sering terjadi penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh oknum penegak hukum, saluran yang tepat adalah pembuktian yang fair dan jalur.

Namun memang, jika bukti yang diajukan tidak valid adalah suatu perbuatan blunder dan tidak cukup dengan hanya perkataan maaf saja. Jika nanti terbukti bila Hakim Agung, Gayus Lumbun mencabut kembali laporan ke polisi, maka perlu dipertanyakan urgensi laporan itu. Karena hukum tidah butuh gertak-gertakan.

Logika berpikir masyarakat sederhana saja, bila seorang berani melaporkan suatu tindakan pasti dia yakin tidak melakukan hal tersebut, begitu juga dengan Hakim Agung, Gayus Lumbun.

Mungkin hal tersebut berbeda dengan dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh Andi Muhammad Hamka SH. mantan Kepala Kejaksaan Negeri Bengkalis dan kawan-kawan yang mendaftarkan perkara tindak pidana korupsi ke Pengadilan Tipikor Pekanbaru dengan menggunakan audit BPK RI palsu. Yang kemudian disambut baik oleh Pasti Tarigan SH, MH. sebagai ketua Majelis Hakim perkara tersebut. Sampai hari ini intitusi penegak hukum dibawah Kejaksaan Agung dan Komisi Yudisial tidak bereaksi sedikitpun meskipun Surat Laporan sudah dilayangkan hingga ke Presiden Republik Indonesia.

Baca: http://m.kompasiana.com/post/read/633981/3/surat-dari-penjara-untuk-presiden-republik-indonesia-

Salam Keadilan bagi seluruh Bangsa Indonesia. []

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline