Lihat ke Halaman Asli

Mengakhiri “Neraka Nunukan”

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13953158462080317022

[caption id="attachment_299868" align="alignleft" width="300" caption="Ilustrasi Sumber: kompasiana.com"][/caption]

Tetangga yang Jauh Berbeda

Hari ini saya membaca sebuah artikel di “Kolom Kita” detik.com. Tentang pengalaman seseorang ketika melihat Pelabuhan Tawau di Negara Bagian Sabah-Malaysia pada tahun 2002. Dia selanjutnya membandingkannya dengan Pelabuhan Nunukan di Kalimantan Utara. Kedua pelabuhan ini berhadap-hadapan. Merupakan pintu gerbang kedua negara. Tapi keadaannya jauh berbeda.

Sesampainya di Tawau kami terkesima, tulisnya.  Masuk wilayah pelabuhan yang yang sangat rapi, modern, bersih, serta komputerisasi maksimal dipemeriksaan para penumpang. Mewah.

Kami semakin terperangah saat keluar dari pintu pelabuhan. Benar-benar terasa memasuki etalase sebuah negara, jalan aspal hotmix, lurus dan lebar tanpa lobang menganga. Memanjang ke arah pusat kota Tawau. Tak jauh dari pelabuhan, terdapat pusat jajanan rakyat dan cafe resto yang tak kalah sumringahnya dengan kawasan jajan FX di Senayan. Kiri kanan berjejer infrastruktur kota nan rapi dan megah. Dengan segala fasilitas dan kemajuannya. Tawau benar-benar menyambut para tamu: Selamat datang di Malaysia.

Lantas, bagaimana suasana saat kami pulang menuju Nunukan? Masuk pelabuhan Nunukan nampak potret kesuraman sebuah kantor pelayanan publik yang terabaikan. Tanah becek beralaskan papan menjadi fasilitas para penumpang yang baru keluar kapal menuju pelabuhan.

Lorong pemeriksaan penumpang hanya dihiasi besi-besi berkarat tak jelas modelnya. Bangunan pelabuhan pun sudah tak layak berdiri. Begitu keluar dari pintu pelabuhan Nunukan, kita akan disuguhi suasana gersang berdebu dengan aura penuh kemiskinan, keterbelakangan dan kesemerawutan.

Perbedaan kedua pelabuhan ini bagai surga dan neraka katanya menyimpulkan.

Izinkan tangan Kiri Beraksi

Ternyata apa yang dilihat penulis 12 tahun yang lalu, sampai sekarang belum ada perubahan. Tawau semakin maju. Nunukan semakin tertinggal.

Pemerintah memang tidak bisa berbuat banyak. Karena dalam postur APBN sekarang ini, anggaran pembangunan sangat minim.

APBN terkuras oleh belanja pegawai, subsidi, belum lagi korupsi. Jangankan untuk mempermegah pelabuhan Nunukan. Memperbaiki infrastruktur yang lebih vital saja negara sudah tidak mampu. Misalnya jalan raya, jalan rusak di mana-mana. Belum lagi di daerah, jalan-jalan berkubang lumpur,  sama sekali belum diaspal. Begitu juga infrastruktur lainnya seperti listrik. Pemerintah tidak memiliki anggaran untuk membangun pembangkit baru, meskipun kebutuhan listrik terus melonjak. PLN pontang panting mencari dana sendiri.

Itu sebabnya Dahlan Iskan selalu mengatakan. APBN adalah tangan kanan pemerintah. Tangan kirinya adalah BUMN. Apa yang tidak bisa dikerjakan tangan kanan, akan dikerjakan oleh tangan kiri. Termasuk membangun Pelabuhan Nunukan ini. Dahlan Iskan ingin BUMN yang mengerjakannya.

Menurut Dahlan iskan, Pelabuhan Nunukan dan Tawau semakin ramai. Meski sama-sama ramai, terjadi perbedaan kualitas pelayanan dan fasilitas pelabuhan. Fasilitas dan layanan di Tawau sangat bagus, sebaliknya Nunukan sangat memprihatinkan. Dahlan Iskan membandingkannya bagai Changi-Singapura dengan Medan Lama (Polonia).

Menurut Dahlan Iskan. Keadaan ini tidak boleh terus dibiarkan. Bagaimanapun juga, Nunukan adalah tapal batas kedua negara. Nunukan adalah pintu gerbang Indonesia. Jangan sampai orang yang berkunjung ke Indonesia langsung berkesimpulan. Indonesia tidak mampu seperti Malaysia. Atau rasa bangga masyarakat perbatasan atas Indonesia habis terkikis.

Hari ini Dahlan Iskan langsung meminta PT ASDP untuk mengambil alih pengelolaan pelabuhan itu. Dengan melayangkan surat permohonan kepada Kementerian Perhubungan. Selanjutnya Pelabuhan Nunukan akan dibangun seperti pelabuhan Singapura, melebihi Pelabuhan Tawau.

Dan BUMN telah membuktikan kemampuannya menjadi tangan kiri yang tangguh. Jangankan hanya membangun pelabuhan yang bernilai miliaran. Pelabuhan dengan biaya 60 triliun pun BUMN bisa. Seperi Pelabuhan New Tanjung Priok. Tidak perlu dana dari APBN. BUMN mencari dana sendiri. Cukup hanya diberi izin oleh pemerintah. Dahlan Iskan mengumpulkan kekuatan BUMN. Melakukan sinergi.

Sekarang kita tunggu respon pemerintah, khususnya Kementerian Perhubungan. Jangan sampai PT ASDP dipersulit sebagaimana pemerintah mempersulit izin mobil listrik, monorel, tol lintas Sumatera dan sebagainya.

Atau lebih parah lagi. Kementerian BUMN dan perusahaan-perusahaan BUMN yang sudah bekerja keras dan secara mandiri membangun negeri dilaporkan ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Dituduh melakukan monopoli. Hanya karena perusahaan-perusahaan BUMN ini bersinergi menggabungkan kekuatan.

Tapi mudah-mudahan Kementerian Perhubungan tidak menyia-nyiakan kesempatan yang tinggal sebentar ini. Mumpung Dahlan Iskan masih menjadi Menteri BUMN.

Dahlan Iskan yang sangat jeli melihat permasalahan-permasalahan negeri ini. Dahlan Iskan yang mampu mencari seribu solusi. ***




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline