[caption id="attachment_301867" align="aligncenter" width="610" caption="Kampanye PLN Sumber: pln.co.id"][/caption]
Tanggal 1 Maret 2014 saya mendaftarkan teman di kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara untuk dipasangkan KWH baru oleh PLN. Dengan daya 900 VA. Saya daftarkan online lewat Facebook: PLN 123.
PLN 123 langsung memproses dan mengirimkan nomor register. Kami diminta membayar biaya penyambungan sebesar Rp 728.000. Kami diberitahu standar realisasi penyambungan 5 hari kerja setelah dilakukannya pembayaran (Jika tidak membutuhkan perluasan jaringan). Kami juga diminta memilih kontraktor yang bekerja sama dengan PLN untuk pemasangan instalasi dalam rumah.
Tanggal 3 maret kami melakukan pembayaran di Kantor Pos dengan nomor register yang diberikan PLN. Tapi sampai 5 hari kami tunggu tidak ada orang PLN yang datang melakukan realisasi penyambungan.
Tanggal 10 Maret kasus ini kami laporkan ke PLN 123. PLN 123 minta maaf dan menanyakan apakah sebelumnya pernah dihubungi oleh unit terkait? Belum sama sekali, jawab kami. Kemudian PLN 123 menyatakan laporan ini telah ditindaklanjuti. PLN 123 kemudian memberikan kami nomor pengaduan.
Besoknya beberapa petugas PLN datang melakukan survei dan menggerutu karena kami mendaftar lewat online. Kami dijanjikan seminggu lagi KWH akan disambungkan.
Tanggal 18 Maret. Waktu seminggu yang dijanjikan sudah lewat. Tapi mereka tidak datang. Kami laporkan lagi ke PLN 123 disertakan nomor aduan sebelumnya. Kami juga melaporkan petugas PLN yang menggerutu karena kami mendaftar online.
PLN 123 meminta data, tanggal berapa petugas PLN survei dan identitas mereka. Kami mengatakan tidak ingat (Sebenarnya kami tahu nama mereka. Tapi kami berfikir kasian anak istrinya kalau sampai mereka dipecat dari PLN. Karena saya sudah baca berita. Ada kepala cabang PLN yang dipecat gara-gara sering lambat melayani masyarakat. Saya juga dapat cerita, seorang teman yang dimintai uang rokok 100 ribu oleh petugas PLN yang memperbaiki jaringan listrik yang menuju rumahnya. Kelakuan petugas PLN itu kemudian dilaporkan dengan menelpon PLN di nomor 123. Beberapa jam kemudian petugas itu datang mengembalikan uangnya. Dan teman itu ditelpon oleh kepala cabang PLN setempat. Agar menghubungi dirinya kalau ada apa-apa, jangan langsung melapor ke 123).
Sekali lagi PLN 123 meminta maaf dan mengatakan laporan kami sudah ditindak lanjuti.
Beberapa hari kemudian dua orang petugas PLN datang membawa KWH. Tapi mereka minta uang pembelian kabel dan biaya pemasangan. Mereka mengatakan PLN Rayon Tanjung tidak menyediakan kabel. Dan mereka juga mengatakan tidak ada twist.
Teman itu bersikukuh tidak mau memberi biaya yang diminta. Karena saya sebelumnya juga telah mengingatkan untuk tidak memberi apa-apa kepada petugas lapangan. Cukup biaya yang dibayar lewat Kantor Pos. Itu aturannya.
Petugas PLN itu ngotot tidak mau memasang KWH. Mereka membawa KWH itu kembali. Teman itu mengatakan saya tidak akan mengeluarkan biaya apapun. Silahkan anda tidak mau pasang. Saya akan laporkan. Tapi dua petugas PLN itu tetap bergeming. Mempersilahkan melapor. Dan mengatakan tidak takut.
Tanggal 29 Maret kami melaporkan kejadian ini ke PLN 123. Sekali lagi PLN 123 meminta maaf. Laporan kami ditindak lanjuti ke unit terkait agar segera dilakukan realisasi penyambungan.
Sore ini, Jum’at tanggal 4 April saya berniat mau melapor kembali karena teman itu belum juga dipasangkan KWH. Beberapa saat sebelum saya melapor, sebuah SMS masuk: Alhamdulillah meternya dah dipasang.
Ah.. ternyata budaya korup sudah mendarah daging di negeri ini. Sudah terlalu lama. Tidak mudah menghentikannya. Dulu sogok-menyogok untuk memasang KWH sampai berjuta-juta adalah hal yang lumrah bahkan wajib. Tapi sejak PLN dipimpin Pak Dahlan Iskan, sudah ada pembenahan luar biasa. Sistem canggih anti pungli dibangun. Sampai-sampai Ahok berguru ke PLN untuk mengelola keuangan Pemda DKI. Tapi masih saja ada oknum-oknum bermental korup yang nekat menerobos. Perlu partisipasi kita semua. Menghajar oknum-oknum curang ini.
Bayangkan seandainya teman itu lemah dan mau mengalah. Atau tidak sabar ingin menikmati listrik. Tentu dua oknum PLN itu sukses melakukan pungli. Dan orang yang betul-betul teguh melawan seperti teman itu tidak banyak. Kalau yang bicara perangi korupsi sih banyak. Hanya bicara. Tapi saat diminta uang tilang atau uang rokok oleh oknum. Semangat perangi korupsinya langsung menguap terbawa angin. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H