Lihat ke Halaman Asli

Lukman Hakim Dalimunthe

Founder Perpus Rakyat

Wahai Calon Penulis, Setop Konsumsi Buku Bajakan!

Diperbarui: 16 Februari 2020   14:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: antaranews.com

Sebenarnya isu pembajakan buku tidak meriah lagi hari ini. Ia dibicarakan hari-hari belakangan oleh banyak kalangan, terutama para penulis yang bukunya dibajak.

Polisi sudah beberapa kali menangkap dan menyita buku-buku bajakan yang diperjualbelikan secara massif. Lagi-lagi hal itu tidak membuat mereka jera. Harus ada hukuman keras bagi para pembajak ini.

Pembajakan buku ini merupakan suatu kejahatan tersistematis yang merugikan banyak pihak. Mulai dari penulis, editor, layouter, reseller dan penerbit. Yang paling kasihan iyalah penulis yang telah capek-capek menulis hasil karya berkualitas.

Saya menuliskan hal ini karena masih ada pembagian link download buku pdf di group WhatsApp. Sebagai calon penulis buku, saya sangat merasa khawatir dan miris akan hal ini.

Dulu semenjak saya belum bercita-cita menjadi penulis, saya juga pernah mengonsumsi buku-buku bajakan. Entah itu yang berbentuk pdf atau fotocopy-an.

Ketika itu saya tak mengetahui bagaimana ruginya seorang penulis jika bukunya dibaca dengan hasil bajakan. Makanya saya melakukan hal itu.

Tetapi karena cita-cita saya telah bulat dan saya terus rutin menulis, saya memutuskan untuk berhenti mengonsumsi buku bajakan. Saya tak bisa membayangkan bagaimana ruginya saya jika buku-buku saya kelak dibajak.

Seorang penulis sekaligus founder salah satu penerbit mayor di Yogyakarta bernama Edy AH Iyubenu  bercerita bagaimana ia sendiri melihat buku yang ia terbitkan dibajak dan dicetak banyak oleh pembajak. Padahal buku tersebut masih masa pre-order.

Para pembajak buku-buku ini lebih banyak mendapatkan materi hingga bisa bangun rumah atau beli mobil. Sementara para penulis buku itu masih saja hidupnya melarat.

Wajar saja jika saat ini profesi menulis (penulis) jarang dilirik anak-anak muda Indonesia. Mereka khawatir akan bahaya ekonomi yang akan goyang.

Ketika hal ini terjadi, maka sudah tentu budaya literasi atau intelektual masyarakat Indonesia akan semakin anjlok dan terbelakang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline