BOHONG PANGKAL KEHANCURAN
Cerita yang pernah didengar kadang mampu memainkan emosional pembaca maupun penerima informasi. Pembaca mungkin pernah menangis tatkala membaca cerita sedih, begitu pula kadang dibuat tertawa bila yang dibaca atau didengar hal-hal lucu. Bahkan cerita lucu tersebut sulit bila dihilangkan, sehingga sampai membuat tersenyum-senyum sendiri bila ingat kembali cerita yang pernah didengar.
Cerita menjadi informasi yang mampu memainkan suasana hati, cerita mampu membuat orang sedih, bahagia bahkan tertawa dan senyum-senyum sendiri yang tak pernah dilupakan. Namun pada sisi lain cerita dapat menghadirkan siksaan di akhirat nanti bila cerita berlebih-lebihan atau melebih-lebihkan. Semisal tidak pernah melakukan apapun dikatakan ahli ini maupun itu, alias cerita bohong. Maka berhati-hatilah ketika mendengar cerita ataupun bercerita tentang dirinya sendiri, kalau ada yang tidak sesuai segera diluruskan agar tidak menimbulkan fitnah dan berdampak mendapat siksaan di akhirat nanti.
Cerita ini menjadi sisipan tema materi ngaji Ihya (Rabu, 14/8/2024) bersama KH. Subhan Ma'mun yang penulis petik dan pahami untuk dituangkan kembali dalam catatan ngaji bersama beliau yang penulis ikuti. Catatan ngaji yang sederhana dari pemahaman penulis semata, tentu ada banyak kekurangan dan kesalahan mohon dapat dimaafkan.
Bila kita mendengarkan cerita kehidupan orang-orang shalih, maka dengan sendirinya akan mampu membuat ketenangan jiwa yang mendengarkannya, walaupun dirinya belum mampu melakukan amal ibadah yang dilakukan oleh orang shalih tersebut.
Cerita orang shalih berisi ketauladanan yang dapat diambil hikmahnya dalam kehidupan. Mulai dari amal ibadah keseharian baik tentang hubungan dengan Allah Swt maupun pergaulan dan komunikasi sesama manusia. Tidak ketinggalan pula nasehat-nasehat yang sering diberikan untuk memegang akidah islam yang benar dan kuat agar selamat di dunia dan akhirat.
Perihal menangkap cerita seseorang dari orang lain ataupun yang berasal dari diri sendiri, apabila ada cerita yang tidak sesuai dengan apa yang sesungguhnya terjadi, bahkan melebih-lebihkan ceritanya, maka segera diluruskan, karena hal ini akan menyengsarakan kelak di akhirat. Terutama bila cerita tersebut bohong, sungguh berat pertanggungjawabannya.
Perilaku senang dengan pujian memiliki dampak yang dapat menutup hati seseorang. Disamping perilaku lain seperti terlalu membanggakan barang-barang atau harta yang dimilikinya. Serta perilaku sulit melupakan barang atau sesuatu yang pernah hilang darinya baik berupa benda, material, uang maupun orang yang disayanginya.
Ketiga perilaku tersebut mengakibatkan hati seseorang tidak mau membuka, menjadi keras dan selalu tertutup. Bagaimana hati mau membuka diri, bila yang ada pada dirinya hanya membanggakan kekayaan materi yang dimiliki. Dampak tertutup hati yang lain karena hati hanya diajak untuk mengingat-ngingat barang atau material yang pernah hilang, sehingga menimbulkan kekesalan dan amarah yang perkepanjangan, padahal apa yang ada di dunia ini, semua milik Allah Swt. dan akan kembali kepada-Nya. Sedangkan yang membuat hati tertutup selanjutnya, seseorang yang hanya hidupnya ingin mendapatkan pujian semata dari orang lain.
Penulis bermaksud membuat penegasan di catatan kali ini, kata yang tanpa sadar sering membuat pendengar bercerita secara disengaja maupun tanpa sengaja melakukannya. "Mengiyakan" perkatakan seseorang ketika itu berupa pujian, hal-hal hebat padahal sesunguhnya ia tidak melakukannya. Maka hal tersebut dapat dikategorikan berbuat dosa. Oleh karena itu, ketika ada orang menceritakan berlebih-lebihan tentang dirinya, segeralah membetulkan cerita dari orang tersebut yang melebih-lebihkan kebaikan atau perbuatannya. Karena akan ada balasan siksa bagi orang yang dipuji-puji perbuatanya padahal ia tidak melakukannya.
Hati - hatilah dengan segala pujian yang tidak pernah dilakukan, karena hal tersebut akan menjadi sebab terkena siksaan. Semisal ada yang menceritakan kehebatannya karena bisa mengajat kitab kitab besar di usia yang sangat muda. Padahal sesunguhnya ia tidak mampu mengajar dengan kitab-kitab besar saat masih usia remaja. Hingga cerita tersebut tersebar. Kalau hal ini dibiarkan dan tidak segera dijelaskan atau dihentikan, kemudian kelak berkembang di tengah-tengah masyarat dan menjadi sebuah kebenaran. Maka pembiaran dalam hal ini, bahkan membuat dirinya senang dengan pujiannya, padahal tidak melakukan, yang demikian akan menjadi sebab ia mendapatkan siksa.