MAJLIS QUR'AN POJOK RANDUSANGA
Oleh : Lukman Nur Hakim
Mengajar Al-Quran setelah waktu sholat maghrib yang penulis lakukan, bersama anak-anak di kampung tempat kelahiran penulis, ternyata sudah dilakukan hampir 3 (tiga) tahun. Berbagai perilaku dan karakter santri kecilku ini pun bermacam-macam. Ada yang mengaji suka bergurau, ada juga mengaji kadang sambil nangis karena habis salah faham sesama teman mengaji.
Mereka yang mengaji bersama penulis rata-rata dari keluarga yang kurang mampu. Kalau datang mengaji berjalan kaki bersama teman-temannya, kadang juga ada yang diantar oleh orang tuanya. Ratusan meter berjalan ia jalani untuk mengaji walaupun harus melawati banjir rob yang datang tidak mengenal waktu.
Kebanyakan rumah para santri kecilku selalu kemasukan air kalau datang banjir rob. Sehingga mereka sering tidak berangkat mengaji karena harus menguras rumah atau membantu membersihkan kotoran yang dibawa oleh banjir air asin dari laut.
Bukti semangat mengaji para santri kecilku, biasanya datang di rumah sebelum waktu sholat magrib, dan seringnya hanya rebutan ingin mengaji pertama kali dan cepat pulang. Wajarlah namanya saja anak-anak.
Hasil belajar S1 Psikologi di kursi perkuliahan, 20 (dua puluh) tahun yang lalu. Alhamdulillah dapat bermanfaat bagi penulis, secara langsung bisa dikatakan pada saat sekarang ini. Karena teori-teori psikologi yang dipelajari saat kuliah, dapat diimplementasikan pada waktu mengajar mengaji bersama para santri kecilku, yang memiliki karakter, perilaku dan kecerdasan yang berbeda-beda.
Dari beberpa teori yang pernah didapatkan di kursi perkuliahan Psikologi, penulis berpendapat bahwa santri hebat yang aku miliki ada yang dapat diasumsikan sebagai santri Hiperaktif, Slow learner, Hidrosephalus dan Tunawicara.
Saat mengajar ngaji pada santri hiperaktif. Dengan kondisi yang dapat dikatakan anaknya cukup cerdas, namun disaat mengaji tangan dan kakinya tidak bisa diam. Dapat dikatalan seluruh tubuhnya tidak bisa diam. Tidak mau mengantri seperti teman-temannya. dan juga kadang kalau mengaji harus ditunggui kedua orang tuanya. Karena bila mengaji tidak ada orang tuanya, biasanya ia pulang sebelum mengaji.
Namun dengan penulis mengasih kepercayaan penuh pada santri hiperaktifku ini dalam belajar, tertib berperilaku, yang selanjutnya penulis menemukan hal-hal ataupun potensi-potensi yang sangat luar biasa untuk dikembangkan. Termasuk disuruh mengajar pada teman sebaya yang masih Qiroati atau iqro jilid 1.
Keakraban, kesabaran dan mengajar yang khas dimikiki anak hiperaktif saat berbagi ilmu dengan teman seusianya yang baru ikut mengaji di Majlis Pojok Randusanga. Memiliki keunikan dibandingkan dengan santri kecilku yang normal. Ia lebih mengajar tidak membuat tegang dan humoris, walaupun kadang masih suka usil.