Lihat ke Halaman Asli

Masalah Perundang-undangan di Indonesia: Ketimpangan Pasal 224 KUHP tentang Perzinahan dengan UUD

Diperbarui: 11 Mei 2019   14:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

BAB I

PENDAHULUAN

  • Latar Belakang

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) merupakan warisan zaman Hindia Belanda yang sudah ada sejak awal kemerdekaan Indonesia. Secara lebih mendasar Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) memiliki budaya yang berbeda dengan budaya bangsa Indonesia. Setelah sekian lama KUHP berlaku di Indonesia, ternyata masih menyisakan berbagai permasalahan sosial yang terjadi di Indonesia. Jika kemudian KUHP ini diterapkan di indonesia maka akan terjadi benturan antara nilai-nilai sosial budaya dan kepentingan yang akan muncul, tidak bisa dipungkiri hal tersebut nantinya justu akan menimbulkan kejahatan-kejahatan baru yang ada di masyarakat.

Permasalahan tentang delik perzinahan merupakan salah satu contoh aktual adanya benturan antara pengertian dan paham tentang zina dalam KUHP dengan kepentingan/nilai sosial budaya masyarakat. Benturan-benturan yang sering terjadi di masyarakat sering kali menimbulkan kejahatan baru. Hal ini diperparah dengan lemahnya praktik penegakan hukum.

Delik perzinahan telah diatur pada Pasal 284 KUHP, sebagaimana bunyinya ialah:

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan:

seorang pria yang telah kawin yang melakukan perzinahan, padahal diketahui bahwa pasal 27 BW/KUHP berlaku baginya,

seorang wanita yang telah kawin yang melakukan perzinahan, padahal diketahui bahwa pasal 27 BW/KUHP berlaku baginya;

seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah kawin;

seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal 27 BW berlaku baginya.

(2) Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/istri yang tercemar, dan bilamana bagi mereka berlaku pasal 27 BW, dalam tenggang waktu tiga bulan diikuti dengan permintaan bercerai atau pisah-meja dan ranjang karena alasan itu juga.

(3) Terhadap pengaduan ini tidak berlaku pasal 72, 73, dan 75.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline