Lihat ke Halaman Asli

Lukmanul Hakim

Menulis salah satu usaha untuk mengikat ilmu. Aktifitas saya sebagai jurnalis warga menjadikan selalu untuk menulis berita. Begitu juga sebagai kontributor TVMU untuk wilayah Brebes, mesti menulis Naskah narasi berita. Jadi Menulislah...menulis...dan menulis...Salam Literasi

Bakso, Dulu dan Sekarang

Diperbarui: 23 November 2017   21:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Abang Tukang Bakso..Mari - mari sini, aku mau beli...

Abang Tukang Bakso..Cepatlah kemari..sudah tak tahan lagi

Satu Mangkuk saja ...dua ratus perak..yang banyak baksonya....

Lagu ini mungkin familiar di telinga kita sejak kecil atau saat ini masih terdengar di rumah kita atau di setel sebagai backsound  odong-odong baik di minimarket maupun keliling. Ya...Bakso....sudah ada sejak puluhan tahun lalu, atau mungkin sudah ada 100 tahun di Indonesia ini.

Bakso..kuliner yang dulu dijumpai hanya di pasar atau pinggir jalan, restoran maupun gerobak keliling. Saat itu,  mungkin hanya tertentu orang saja yang menikmatinya karena harga standar bakso dengan kualitas terbaik. Untuk masyarakat menengah ke bawah, hanya sesekali saja menikmatinya.

Lalu bagaimana dengan zaman NOW ?, dimana Bakso bisa ditemui dimana saja dengan kreasi yang bervariasi. Bakso, sebuah cemilan kuliner yang terjangkau bagi semua orang. Kalau zaman OLD (red : dulu), orang menikmati bakso seharga 200 (kalau sekarang mungkin 10 ribu), saat ini justru lebih murah meriah, di zaman 2007 semakin banyak varietas Bakso.

Ada beberapa kreasi Bakso yang mulai bermunculan, mulai awal tahun 2007

Dari pengalaman penulis, yang pernah berjualan Bakso di depan gerbang sekolah sekitar tahun 2007. Variasi bakso mulai bermunculan sejak saat itu. Dulu, sebelum penulis berjualan bakso Ikan yang dijual per butir (gelondong) ukuran sedang seharga 500 rupiah. Muncullah Bakso Ayam yang tanpa kuah dengan ditaburi bawang goreng renyah. Keliling di sepanjang jalan desa, bahkan masuk gang-gang dengan harga terjangkau, per butir 500 rupiah, jadi bisa dibeli sesuai daya beli masyarakat.

Kemudian, penulis mencoba mengawai berjualan Bakso Ikan dengan Branding " Ngemil ? BSI aja (BSI : Bak So Ikan), dengan tambahan kuah yang enak dan menarik pembeli, sempat menggeser rating penjualan Bakso Ayam menurun. Hal itu, membuat Bakso Ayam pun mulai berkreasi dengan tambahan Kuah.

Namun, kelemahan Bakso Ikan, sulit untuk produksi sendiri, sehingga harus mengambil dari pabrik bakso ikan yang tentunya terbatas dengan keuntungannya. Lain halnya dengan Bakso Ayam yang mudah didapatkan bahan bakunya dan mudah pembuatannya. Sehingga menjamurnya para pedagang Bakso Ayam. Bahkan, ada  yang membuka Pondok Bakso dengan harga 5000 rupiah, disaat harga bakso standar 8.000 - 10.000 rupaih. Ternyata, yang menjual 5000 itu dengan bahan baku ayam, namun untuk menambah aroma dan rasa, dicampur dengan tetelan dan " gajih" daging sapi.

Bukan hanya sampai disitu, para pedagang selalu mempunyai inovasi baru untuk berkreasi dengan bakso. Contoh saja, dalam film Ketika Cinta Bertasbih (KCB) yang pertama, tokoh Azzam sebagai penjual Bakso Cinta. bakso yang tidak bulat, namun berbentuk cinta. Tentu, ini menginspirasi beberapa pedagang untuk menirunya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline