Lihat ke Halaman Asli

Lukman Hakim

wartawan

Menyingkap Tabir Misteri Penerbitan Sertifikat JS di Atas Lahan Milik Orang Lain

Diperbarui: 8 April 2023   14:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Peta Lahan Bersertifikat ATR/BPN

Pangkalpinang -- Pada bagian kedua jurnal investigasi soal pengungkapan cara kerja mafia tanah yang berkeliaran di berbagai kota di Indonesia, kali ini redaksi akan pilihkan tema modus operandi serta networking yang kerap dipakai sebagai term of reference oleh sindikat pemalsu kepercayaan warga, Minggu (10//11/2019) tahun lalu.

Untuk itu di bab pertama, penulis coba menyatukan puzzle informasi yang dihimpun dalam kurun waktu investigasi mulai Maret 2019 - Desember 2019. Dan ada dua sub judul lainnya, yakni soal Networking dan Tanggapan Praktisi Hukum. 

Selamat membaca.

I. Modus Operandi

Di beberapa kesempatan bertemu dengan kasus-kasus sengketa tanah yang ada di Indonesia pada umumnya, serta di Provinsi Bangka Belitung pada khususnya. Wartawan seringkali menemui modus operandi yang berbeda satu sama lain. 

Dalam contoh pertama yang masuk dalam jurnal investigasi, adalah kejadian di desa Mendo  kecamatan Mendo Barat kabupaten Bangka Induk, Provinsi Bangka Belitung, dimana menurut informasi yang masuk ke redaksi, terjadi dugaan pemalsuan dokumen dan penyerobotan tanah. Hal ini menurut informasi tadi dilakukan secara terorganisir dan melibatkan mafia tanah yang kerap dipanggil penduduk setempat dengan sebutan 'makelar'

"Iya modusnya mereka memang mengumpulkan E-KTP warga kemudian setelah dirasa cukup kuota luas lahan yang dibutuhkan, maka mereka secara sepihak atau tanpa diketahui pemilik identitas tadi langsung melakukan proses jual beli di tempat tanpa diketahui oleh perangkat desa," kata salah satu Kadus desa Mendo, saat diwawancara via sambungan ponsel, Minggu sore 10/02/2019.

Selain itu, mafia tanah disebutkan juga melakukan penetrasi ke warga melalui gelontoran dana cash unlimited. Hingga akhirnya, bagi sebagian kalangan yang jarang menjumpai kertas merah alias uang pecahan 100 ribuan, serta merta insting bahayanya otomatis akan sirna. Tatkala disuruh melakukan transaksi palsu diatas lahan yang mereka tidak tahu ada dimana. 

Perlu digaris bawahi disini adalah, tidak terlibatnya unsur Muspida desa setempat dalam proses akta jual beli yang sarat dugaan, liar tadi. Entah apa yang merasuki mereka, hingga bisa cuek bebek. Walau pada akhirnya di belakang hari pasti akan ikut terseret gelombang besar dugaan pidana kasus penjualan sepihak lahan yang malah masuk dalam izin lokasi yang dikeluarkan di era Bupati Tarmizi. Info terakhir yang masuk, koordinat peta seluas 700 hektare tadi, adalah milik korporasi. Jadi, bagaimana nasib para makelar lahan tadi? Sudah bisa diprediksi sedari sekarang. 

Kemudian yang kedua adalah, saat investigasi wartawan media ini menemukan fakta kejanggalan dalam kasus lahan ahli waris eks karyawan Bank BRI Kantor Utama Pangkalpinang. Diketahui ada proses penerbitan sertifikat Hak Guna Pakai bernomor 00054 milik oknum pengusaha Jimmy Saputra yang dikeluarkan oleh Kantah BPN Pangkalpinang dan ditandatangani oleh Ka Kantah BPN -saat itu Isnu Baladipa- di tanggal 19 September 2018. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline