Pic by: nbc
Menurut wikipedia a police state is government that exercises power arbitrarily through the power of the police force
Jakarta --- Beberapa waktu yang lalu dunia jurnalistik Indonesia mendapat tamparan keras, ketika tubuhnya disusupi oleh oknum institusi tertentu yang selama 14 tahun menyamar sebagai wartawan.
Dalam narasi yang akhirnya banyak dipublish oleh media arus utama, disebutkan bahwa oknum tersebut bukanlah tanpa alasan dirinya masuk dalam pusaran dunia jurnalistik selama belasan tahun. Dan ajaibnya oknum ini mampu menyabet kategori kompetensi tingkat madya.
Artinya adalah, Dewan Pers sudah kecolongan kalau tidak mau dituding tidak cermat apalagi teledor. Setelah menjalani profesi sebagai kontributor daerah untuk televisi nasional, oknum tadi perlahan seiring waktu dan pengalaman yang diperolehnya, mampu diakui oleh khalayak sebagai "wartawan".
Plot cerita selanjutnya berbalik 180 derajat sewaktu yang bersangkutan mendapat promosi jabatan di tempat aslinya mengabdikan diri. Dilantik sebagai Pejabat pemerintahan setempat setara dengan camat.
Sontak rekan-rekan seprofesi-nya selama belasan tahun kemarin hampir semaput dibuatnya. Bukan karena iri hati tentunya, bukan juga kaget saat melihat "beliau" -telik sandi yang sesungguhnya sedang jalankan dua fungsi utama intelijen : undercover dan surveillance- memakai atribut resmi saat pelantikan.
Walaupun terpaksa diliput oleh segenap wartawan disitu dengan hati was-was. Tak pelak lagi, catatan sejarah soal dinamika pers nasional masuki sebuah bab baru bernama infiltrasi.
Sebenarnya hal ini bukanlah hal yang baru dalam dunia intelijen. Jika kita sama-sama mau jujur dan bicara bebas sensor, penulis artikel sudah mengalami hal ini di kurun waktu 2017 yang lalu.
Saat itu memang ada kemiripan terstruktur yang dikerjakan oleh institusi ini di seluruh daerah. Untuk jalankan fungsi undercover-surveillance secara sempurna maka digunakan teknik infiltrasi ke media.
Bentuknya bermacam-macam. Ada yang cuma memelihara beberapa wartawan yang loyal dan dekat dengan mereka, ada yang "berkontribusi" langsung dengan duduk sebagai donatur sekaligus Dewan Pembina sebuah perusahaan pers daerah, finalnya mereka terus terang masuk kedalam struktur atau jaringan media.