Lihat ke Halaman Asli

Sastrawan & Tanah Kelahiran: Menyambut Dinul Rayes

Diperbarui: 17 Juni 2015   12:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering


Tuhan dalam mentakdirkan tidak pernah memihak dan memilih siapa orangnya dan dari mana keturunannya. Ia mentakdirkan sesuatu sesuai dengan kehendak-Nya, sesuai dengan rencana-Nya. Karena tuhan pemegang takdir, maka sang hamba berhak meminta kepada Tuhan untuk jadi apa, dan bagaimana mendapatkannya. Dia-lah, Tuhan Yang Maha Tahu segalanya di luar pengetahuan manusia. Karena takdir, tidak lantas manusia menyalahkan Tuhan ketika kehidupannya tidak beruntung atau dalam kondisi yang kurang baik. Tuhan paling Tahu segala yang tidak diketahui hamba-Nya. Tuhan telah memberikan pilihan kepada manusia bagaimana dia harus menjalani kehidupannya dan dengan cara apa ia menakdirkan dirinya sendiri. Tuhan memberikan akal sehat (reason) dan keyakinan (belief) terhadap dua jalan, jalan kebenaran dan jalan keburukan (Q.S. Asy Syam, 91:8).

Sastrawan & Tanah Kelahirannya

Sepertinya, serpihan kalimat di atas adalah sebuah relasi komunikatif seorang hamba dengan tuhan-Nya sebagai cuplikan sekaligus paraphrasing dari gagasan utama sastrawan Dinullah Rayes terhadap karya-karyanya. Semangat menggantungkan harapannya kepada Tuhan dan sekaligus caranya membuka tabir keberadaan Tuhan sangatlah memesona. Sebagai sastrawan, pak Din sapaan dari Dinullah Rayes ingin menegaskan bahwa bahwa tuhan tidak saja ada di masjid-masjid, surau atau musolla sebagaimana kita kenal, tetapi melalui seni pun tuhan ditemukan. Tuhan pun dapat ditemukan melalui politik praktis, tempat-tempat kumuh dan sejenisnya. Pada setiap ruang dan waktu tuhan ada di mana-mana. Dan pada saat manusia sadar atas dirinya, ketika itu ia sedang melihat tuhan atau Tuhan melihatnya. Konsep ini mungkin lebih dikenal dengan sifat ihsan. Nah, di sinilah pak Din mengambil perannya. Dia ingin agar dalam kegiatan seni, tuhan pun dihadirkan. Kehadiran tuhan disebutkan pada beberapa puisinya.

Nuansa religiositas muncul pada puisinya sebagai tradisi yang baik dari keinginan pengarang terhadap diri secara pribadi dan keinginan atas pandangan bangsanya. Pengarang menampilkan intlektualitasnya dengan pilihan kata dan gaya ekspresi bahasa yang padat akan makna. Secara keseluruhan pengarang menampilkan nilai-nilai kemanusia dengan metafor alam sebagai bentuk kekhusyukan pengarang terhadap ciptaan tuhan pada alam smesta.

Sastrawan Dinul Rayes menjatuhkan pilihannya pada jalan kebenaran yang berdasarkan akal yang sehat dan keteguhan keyakinan yang mendalam. Dinul Rayes telah mengambil jalan tuhan-Nya melalui kesenian. Kesenian dan dan kebudayaan sebagai bagian yang hidup pada setiap diri manusia. Manusialah yang mengatur bagaimana kesenian dan kebudayaan itu diolah untuk kemaslahatan orang-orang banyak. Mampu menghidupkan spirit bagi mereka yang lunglai dan mengingatkan bagi mereka yang terlena. Pilihannya terhadap kesenian tidaklah datang hanya karena kebetulan, dibutuhkan kesungguhan, talenta, dan ketekunan untuk menggali ayat qauniyah Tuhan yang tampak pada bahasa alam. Puisi sebagai bahasa alam yang paling padat maknanya menjadi cara pengarang dalam mengekspresikan pristiwa-pristiwa kehidupan yang dialaminya.

Bahasa dalam karya sastra, termasuk puisi di dalamnya bukan sebatas karya imajinasi atau imitasi semata, tetapi merupakan akumulasi dari pengalaman, keselurhan prisitiwa yang dihadapi pengarang dalam hidupnya, kemudian digubahlah menjadi ciptaan karya sastra dengan cara yang sangat kreatif pengarang pengetahuan dan pengalaman pengarangnya. Puisi menjadi karya sastra yang paling padat makna dan sebagai kreasi manusia yang dipandang berarti. Dengan bahasa yang singkat, namun padat, semua kejadian bisa disampaikan dalam bahasa yang mendalam. Pada konteks ini, pengalaman kehidupan yang dialami Dinul Rayes telah menjadikan dirinya menjadi sastrawan yang peka akan kehidupan sosialnya. Perjalanan mengeliling Indonesia dapat disaksikan melalui buku kumpulan puisinya.

Pada buku kumpulan puisi dengan judul “Akar Religi dari Pohon Cinta”, Dinullah Rayes menyampaikan banyak hal tentang tuhan, tanah air, lingkungan hidup, dan pristiwa-pristiwa sosial kehidupan manusia. Pengarang membawa tuhan pada seluruh aspek kehidupan manusia. Melalui pengetahuannya, ia selipkan prilaku tuhan yang harus diteladai oleh umat manusia. Prilaku tuhan tercermin dalam tindakan-tindakan manusia ketika ia jujur pada dirinya sendiri, tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang menyimpang, baik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Semua tindakan-tindakan negatif itu tidak dilakukan karena tuhan dihadirkan pada setiap kesadarannya.

Pada bagian pertama buku tersebut, pengarang memberikan judul terhadap puisinya “Pulang ke Tanah Kelahiran” sebagai sebuah pengenalan dirinya akan desa kelahiran tempat di mana pengarang dilahirkan dan bermetamorfosa. Di tanah Kalabeso Sumbawa, pengarang ditempa dengan berbagai pristiwa-pristiwa kehidupan, situasi ligkungan, budaya, agama dan nilai-nilai kehidupan menjadi bagian dari dirinya. Sebuah sapaan alegoris dari bahasa pengarang dalam puisinya “/Gang-gang lengang, rumah-ruamh bambu bertiang/ tegak berdiri dalam bisu batu./ penghuni berkaki tangan/ tradisi senantiasa menyapa dalam bahasa arif lokal:/”merupakan sebuah rangkain yang hidup dan terus dipelihara oleh masyarakat lokal. Dalam masyarakat Sumbawa, tradisi saling sapa-saling tulang-saling tulung sebagai cerminan dari nilai-nilai yang terkmaktub pada semboyan sabalong samalewa.

Sumbawa menjadi awal dari proses terbentuknya pemikiran, pengetahuan dan pengalaman. Lingkungan keluarga, sahabat, dan masyarakat tempat di mana pengarang tinggal menjadi tonggak pergulatan gagasan dan pemikiran. Kepekaan pengarang terhadap dunia kelahirannya membuatnya semakin sadar akan diri dan tanah kelahirannya. Kepekaan itu semakin terasah dengan sikap kreatif dan produktif yang dilakukan pengarang, baik berupa karya dalam bentuk buku, tulisan opini atau pun sangar-sangar teater yang didirikan pengarang. Buku “Akar Religi dari Pohon Cinta” sempatdisinggung secara sekilas oleh Abdul Haris Taufik dalam tulisannya mengenai SMK “Al Kahfi” Sumbawa dan Buku Puisi Dinullah Rayes (Radar Sumbawa, 15/10/2014).

Menyambut Sastrawan Dinullah Rayes

Dinul Rayes memang dipandang sebagai sastrawan yang produktif. Berbagai karya-karyanya tersebar dalam bentuk esai, opini, naskah drama, artikel kesenian dan kebudayaa. Tulisannya pernah diterbitkan dibeberapa media massa, baik dalam majalah maupun koran. Tulisan pada majalah, seperti terlihat pada Dewan Sastra Malaysia, Bahana Brunai Darussalam, Horison, Abadi, Pelita, Suara Karya, Panji Masyarakat, Salemba, Tifa Sastra, Seloka, Sarinah, dan majalah pusi terbitan Mataram. Sedangkan karya-karya yang lain dipublikasi dibeberapa koran lokal dan nasional, seperti: Suara Muhammadiyah, Sinar Harapan, Forum, Tribun, Merdeka, Surabaya Post, Republika, Bali Post, dan Nusa Tenggara.

Selain karya-karyanya yang tersebar pada koran dan majalah, karya-karya dalam bentuk antologi puisi, pribahasa, esai-esai, telah banyak diterbitkanhingga berjumlah 67 buah buku. Kumpulanpuisi Akar Religi dari Pohon Cinta adalah buku yang ke-68 yang diterbitkan oleh penerbit Ombak, Yogyakarta. Karena kiprahnya di bidang seni dan kebudayaan, pesantren Alam Olat Maras “SMK AL Kahfi” Sumbawa yang terletak di kabupaten Sumbawa di bawah pimpinan ustaz Jufri Yusman, S.Pdi., berinisiatif melouncing buku itu sekaligus memberikan penganugerahan atas kiprahnya yang dilakukan selama ini. Acara yang akan dilangsungkan tanggal 20 Januari 2015 pukul 09.00 – selesai mendatang dihadiri oleh seluruh kepala sekolah SMP/SMA se-derajat di kabupaten Sumbawa. Hal ini dimaksudkan agar pengarang sekaliber Dinul Rayes menjadi inspirasi bagi generasi muda di Sumbawa secara khusus dan di NTB Indonesia pada umumnya.

Dinul Rayes telah memberikan semangat baru terhadap penanaman dan penguatan nilai-nilai lokal masyarakat Sumbawa melalui kehadiran karya-karyanya, baik dalam bentuk buku atau pun sangar-sangar yang didirikan. Semoga sekembalinya ke tanah kelahirannya, tana Samawa menjadi pendorong untuk semua kalangan untuk terus bersaing dan berprestasi, dan menjadi pemicu generasi muda dalam berkarya. Aamin [Terbit di Radar Sumbawa, 20 Januari 2015].

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline