Lihat ke Halaman Asli

Belajar Menaruh Harapan

Diperbarui: 17 Juni 2015   15:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14186950851423009820


“Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku? ... Berharaplah kepada Allah! Sebab aku akan bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku! (Mazmur 42:6)

Hati pemazmur remuk karena tidak dapat melakukan ziarahnya yang lazim ke Bait Suci. Bahkan dia selalu diejek musuh-musuh yang tidak memiliki kerinduan kepada Allah, seperti yang dimilikinya. Malapetaka yang besar mendorong sang pemazmur untuk berseru dalam keluh kesahnya, "Air mataku menjadi makananku siang dan malam, karena sepanjang hari orang berkata kepadaku: ‘Di mana Allahmu?’" (Mazmur 42:4). Seluruh syair itu merupakan satu keindahan puisi yang luar biasa, selalu menampilkan kerinduan dan harapan menjadi satu.

Dimana anda menaruh harapan?

Ada saat dimana hidup tidak berjalan mulus seperti yang kita harapkan. Harapan yang sudah dibangun sekian lama hancur karena keadaan disekitar kita yang kurang mendukung. Keadaan seperti ini sering membuat kita mengalami kekecewaan karena tidak mendapatkan apa yang kita inginkan. Penyebab utamanya adalah salah menaruh harapan. Jika kita menaruh harapan yang terlalu besar terhadap seseorang atau terhadap keadaan dan ternyata orang tersebut atau keadaan tersebut tidak sesuai dengan keinginan kita dan tidak memberikan sesuatu seperti yang kita harapkan maka kita pasti akan merasa kecewa.Namun disaat seperti itulah kita punya pilihan. Pilihan untuk menyalahkan orang lain, situasi, atau memilih untuk tidak menyalahkan siapa-siapa dan sadar bahwa perubahan hanya akan datang jika kita melakukan sesuatu selain mengeluh dan menyalahkan.

Berharap kepada Tuhan

Seharusnya kekecewaan menolong kita untuk belajar supaya kita hanya menaruh dan menggantungkan semua harapan kita kepada Tuhan. Memang menaruh kepercayaan kepada Kristus sebagai Juru Selamat tidak banyak mengubah hal itu. Sejujurnya tak ada satu ayat pun dalam Alkitab yang menjanjikan bahwa kita bebas dari kesulitan karena kita adalah pengikut Kristus. Kenyataannya, beberapa penyakit kita tidak dapat disembuhkan, dan beberapa kekurangan kita tidak dapat diperbaiki sepanjang hidup kita. Bahkan ada di antaranya yang bertambah parah. Namun, seluruh kekurangan dan kelemahan kita hanya bersifat sementara.

Kesadaran bahwa Allah menyediakan kebutuhan kita dapat memberikan senyum dalam hati kita. Pengharapan memberi ketenangan dan memampukan kita hidup dengan kekuatan batiniah, karena kita tahu bahwa suatu saat nanti keadaan kita akan berubah secara dramatis dari keadaan sekarang. Dasar dari berharap adalah: tahu bahwa Allah itu penuh kemurahan dan kesetiaan, tahu bahwa di dalam berharap itulah iman kita menjadi lebih tinggi nilainya daripada sebelumnya, tahu bahwa Dia mendidik kita untuk lebih tahu diri dan tahu bagaimana caranya berdiri di hadapan-Nya.

Harapan diminggu Adven

Minggu Adven adalah minggu pengharapan. Kita adalah umat Allah yang hidup dari pengharapan. Walaupun kenyataan hidup sulit atau penuh dengan penderitaan, kita tetap berharap kepada Allah. Tak ada satu kondisi pun di dunia ini atau dalam diri kita yang boleh membuat kita putus asa dan kehilangan harapan. Karena harapan adalah kabar gembira bagi datangnya hari-hari baik. Tuhan Allah hidup dan setia. Dia berjanji akan datang untuk membebaskan dan memulihkan keadaan umatNya.

Minggu Adven mengajak kita membaharui kembali pengharapan kita. Yaitu pengharapan kepada Tuhan yang akan datang segera menolong dan membebaskan kita. Pengharapan itulah yang meneguhkan hati kita di tengah-tengah realitas kehidupan yang penuh kekerasan, persaingan, ambisi tidak terkendali, manipulasi dan egoisme. Pada akhirnya pengharapan itu juga yang memberi kita kekuatan dan kegembiraan untuk tetap hidup sebagai manusia, yang taat kepada Allah dan mengasihi sesama.

Dengan merayakan minggu Adven ini marilah kita belajar menaruh harapan dan iman kepada Allah. Lilin Adven adalah simbol pengharapan kita kepada Tuhan yang tidak pernah padam.

~ Lukas Mariyanto

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline