Untuk menentukan kegagalan/ketidak tercapaian target suatu organisasi alat ukurnya ditentukan oleh kinerja organisasi itu sendiri bukan target dari luar, sedangkan penyebab dan koreksinya dapat dilakukan dengan audit terhadap organisasinya.
Audit adalah mencari temuan ketidaksesuaiannya didalam kinerja organisasi dengan memakai standart yang ditentukan sesuai tugas organisasi, kemudian analisis penyebab , koreksi dan tindakan korektif, karena kalau tidak tepat menentukan temuannya ketidak sesuaian dan analisis penyebab, tidak akan terjadi perbaikan didalam suatu organisasi atau akan mengulang kesalahan yang sama.
Pernyataan ini dideklarasi langsung oleh ketua KPK Alexander Marwata dalam rapat kerja dengan komisi 3 DPR (kompas 2/7/24), menurut Marwata, pemberantasan korupsi gagal dijalankan, kegagalan ini diukur dari Index Persepsi Korupsi(IPK),skor ipk Indonesia mengalami staknasi yaitu 34, menurut Marwata pada tahun 2015 skor IPK 35 kemudian sempat naik skornya 40 namun pada tahun 2023 turun lagi menjadi 34, skor ini menempatkan Indonesia pada peringkat 115 dari 180 negara, sebagai pembanding Denmark skor 90, Finlandia 87 dan selandia baru 85 yang berada di puncak index tahun ini. Kalau di nilai seperti raport sekolahan dengan standart A sd E, indonesia mendapatkan nilai D untuk mata pelajaran pemberantasan korupsi.
Analisis pernyataan dari ketua KPK bahwa kinerja KPK gagal ?sebagai tolok ukur adalah dengan skor IPK Internasional dengan skor 34, sedangkan penyebabnya adalah kesulitan bekerja sama dengan kepolisian dan kejaksaan didalam menyelesaikan suatu perkara dan posisi pengawas KPK yang seolah olah memposisikan sebagai ketua KPK juga, Sedangkan untuk koreksinya adalah revisi UU KPK dengan memperkuat posisi KPK diantara kejaksaan dan kepolisian serta fungsi Dewan pengawas(Dewas)KPK kewenangannya sesuai tugasnya tidak seperti Ketua KPK. Bagaimana dengan tidakan korektif , supaya tidak terulang lagi? Belum ada
Menurut kerangka berpikir auditing untuk menentukan kegagalan KPK, menurut Marwata kegagalan KPK menjalankan fungsinya karena rendahnya nilai IPK Indonesia dengan skor 35, apakah bisa target kinerja KPK disamakan dengan Indek persepsi korupsi yang mempunyai indikator survey yang tidak sama dg target KPK , mungkin KPK bisa menaikkan skor IPK Indonesia dengan mengikuti kinerja yang berpandukan yang digunakan standart survey IPK tetapi apakah ini mungkin?jelas tidak mungkin,kemudian lanjut ke analisis penyebab;
Analisis penyebabnya menurut Marwata adalah kesulitan bekerja sama dengan lembaga pemberantasan korupsi lainnya yaitu kepolisian dan kejaksaan untuk menangani suatu kasus dan supervisi. Penyebabnya dibawa kembali ke tugas KPK, yang mejadi pertanyaan, apakah bisa setelah bekerjasama antar lembaga dapat menaikkan skor IPK indonesia ?sepertinya analisis penyebabnya kurang mengenai sasaran.
Karena dari awal alat ukurnya sudah diluar tugas KPK, menurut, Johan Budi,sekarang menjadi anggota DPR, pimpinan KPK melanggar etik dan ada yang korupsi, Benny K harman mengatakan KPK rapuh karena persoalan internal. Diberitakan di media massa beberapa tahun yang lalu, petugas barang bukti KPK mencuri barang bukti1,9 kg emas dan beberapa barang bukti dari kasus lainnya, (kompas 9/4/21) . oleh karena itu apakah tepat analisi penyebabnya adalah kesulitan kerjasama dengan lembaga korupsi lainnya? analisis penyebab seperti ini, akan mengakibatkan kesalahan dalam menentuka koreksi dan aksi koreksinya.
Koreksinya yaitu menutup akar penyebabnya supaya tidak muncul gagal artinya skor meningkat, menurut marwata koreksinya adalah revisi UU KPK dengan memperkuat posisi KPK diantara kejaksaan dan kepolisian dan fungsi Dewan pengawas(Dewas)KPK kewenangannya sesuai tugasnya tidak seperti Ketua KPK, koreksi dan penyebab memang nyambung tetapi tidak nyambung dengan alat ukur kegagalannya. inilah hal yang paling penting yaitu koreksi, kalau tidak tepat kegagalan tidak akan terselesaikan sedangkan tindakan korektif belum dinyatakan yaitu supaya kegagalan yang sama tidak terulang lagi.
Analisis dari dalam organisasi KPK, kita sepakat setuju dengan pendapat ketua KPK bahwa KPK gagal tetapi kegagalannya bukan karena diukur dengan IPK indonesia stagnan di skor 34,mungkin capaian kinerja KPK turut mengambil bagaian skor IPK stagnan 34 , tetapi seyogyanya alat ukurnya adalah target yang ditentukan KPK sendiri. Sedangkan analisis penyebabnya yang tidak memenuhi target kinerja KPK, hipotesa mungkin salah proses pemilihan ketua KPK