Jakarta - Sejak pertama kali diluncurkan pada Maret 2020, aplikasi PeduliLindungi melalui fitur kewaspadaan telah berhasil melakukan upaya pencegahan pasien Covid-19 dan warga yang berisiko berkeliaran di tempat umum sehingga dapat menulari warga lainnya. Aplikasi ini sudah diunduh oleh lebih dari 90 juta orang dan telah membantu mencegah warga yang terinfeksi mengakses fasilitas dan tempat umum seperti pusat perbelanjaan, airport, pelabuhan, hotel, dan gedung perkantoran(Rokom, 2022).
Pakar forensik digital Ruby Alamsyah mengatakan, pemerintah sebagai pengelola aplikasi PeduliLindungi harus menjaga keamanan data pengguna supaya tidak terjadi lagi kebocoran seperti di masa lalu. Pernyataan itu disampaikan Ruby menanggapi laporan Kementrian Luar Negeri Amerika Serikat yang menyebut aplikasi PeduliLindungi/satu sehat berpotensi melanggar hak asasi manusia (HAM), yaitu dalam hak memiliki privasi.
Menuruty Ruby, aplikasi PeduliLindungi memiliki fitur penghapusan data. Hanya data yang masih diperlukan yang disimpan, sedangkan data-data lama dihapus. Dia juga menyarankan agar pemerintah mensosialisasikan, bagaimana aplikasi itu menerapkan pengamanan agar data penggunanya tidak bocor. Sehingga, penggunaan PeduliLidungi/satu sehat sesuai aturan dan tidak melanggar HAM. Terkadang, kebocoran data di aplikasi daring tak berbayar atau gratis memang kerap terjadi. Kebocoran data juga bisa terjadi di aplikasi milik pemerintah, seperti dilansir dari Kompas (Selasa, 19/04/2022).
Aplikasi ini merupakan pemberian pemerintah Singapura, yang kemudian dikembangkan oleh Indonesia. Meski begitu, kebocoran data yang terjadi aplikasi PeduliLidungi/satu sehat menjadi salah satu penyebab faktor hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dalam pengelolaan hak dan data pribadi.
Oleh karena itu, pemerintah tetap disarankan untuk selalu menjaga keamanan data dan mencegah terjadinya kebocoran data. Pemerintah harus melakukan pengecekan sistem informasi pada aplikasi, jika menemukan celah lubang keamanan, maka kemungkinan besar terjadi peretasan dan pencurian data. Sementara itu jika tidak ditemukan celah keamanan dan jejak digital peretasan setelah dilakukan pengecekan menyeluruh dan digital forensik, maka kemungkinan kebocoran terjadi karena orang dalam.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI