PSSI di bawah pimpinan Profesor Djohar Arifin Husin ternyata belum bosan membuat kontroversi. Yang paling mutakhir tentu saja keputusan sidang Komite Eksekutif PSSI memasukkan enam nama baru untuk menjadikan kompetisi Liga Indonesia level tertinggi mendatang diikuti oleh 24 tim. Padahal sebelumnya keputusan lembaga yang sama untuk kembali ke format ISL dengan 18 tim sudah cukup melegakan banyak pihak. Pada saat itu seakan-akan kita memperoleh harapan : bahwa PSSI sudah jenuh dengan keputusan-keputusan revolusionernya yang tak masuk akal, bahwa PSSI bakal insyaf dari pelanggaran berbagai norma (seperti norma hukum dan kesopanan), dan bahwa PSSI akan patuh pada peraturan yang secara resmi masih berlaku (terutama Statuta PSSI).
Namun ternyata PSSI dan kontroversi bagaikan kembar siam, keduanya seperti tak dapat dipisahkan. Sebenarnya jika kembar siam terjadi pada manusia, keduanya malah masih mungkin dipisahkan (meski ada pula yang tidak). Tapi entahlah dengan PSSI dan kontroversi. Barangkali keduanya lebih layak diibaratkan dengan dua sisi mata uang saja, yang memang mustahil dipisahkan. Tinggal kita para penonton yang terus saja gigit jari seraya sabar menanti, kapan sepak bola Indonesia bakal maju dan berprestasi jika PSSI terus setia dengan sepak terjangnya yang mengecewakan?
Tidak bisakah Bapak Profesor dan orang-orang dekatnya bertanya pada diri sendiri, sebenarnya apakah maksud dan tujuan Anda semua ketika berniat memimpin PSSI dan akhirnya menjadi nyata? Lantas sebenarnya untuk kepentingan siapakah segala keputusan PSSI yang kontroversial selama ini? Apakah sungguh-sungguh demi kepentingan sepak bola dan bangsa Indonesia? Hanya Pak Djohar Arifin dkk sendirilah yang tahu jawabannya, tentunya jika memang sudi melakukan introspeksi, refleksi, dan evaluasi diri.
(Mohon maaf jika isi tulisan ini rada kurang santun)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H