Lihat ke Halaman Asli

Mobil Jenazah dan Persiapan Diri

Diperbarui: 26 Juni 2015   04:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bukan maksud saya ikut beropini tentang pengiriman peti mati yang menghebohkan Jakarta hari Senin (6/6) kemarin,  sehingga ada kata 'mobil jenazah' dalam judul tulisan ini.  Sekadar ingin berbagi kisah mengenai pengalaman hidup saya sekian tahun silam dan mencoba sedikit merenungkannya kembali kini. Tulisan saya ini sebenarnya tulisan lama saya yang terpajang di blog wordpress saya pada 12 Maret 2008.  Semoga ada sepercik manfaat bagi para pembacanya.

Sepanjang hayatku, telah beberapa kali aku naik ambulans yang membawa jenazah orang-orang yang kusayangi. Pertama kali ketika usiaku belum genap 17 tahun, aku berada di kursi depan bersama Ibu di dalam mobil yang membawa jasad Bapak dari rumah sakit menuju rumah. Yang kedua kalinya adalah saat adik nenekku wafat, aku duduk di belakang bersama beberapa orang dan peti jenazah almarhum. Aku sebagai wakil keluarga menjadi penunjuk jalan menuju makam. Sesuatu yang unik saat itu adalah dihentikannya mobil jenazah oleh dua orang perempuan di tengah jalan. Keduanya terjadi di Yogyakarta. Kesempatan ketigaku terjadi di Jakarta pada bulan April 2007 lalu. Aku hanya bertiga dengan kedua adik sepupuku duduk di belakang bersama jasad Eyang Puteri. Sempat aku merasa trenyuh saat perjalanan menuju makam, karena baru sekitar 100 hari sebelumnya kuantar mendiang ibuku ke tempat peristirahatan terakhirnya. Namun, segera kusadari bahwa itulah takdir terbaik dari Ilahi Robbi, baik untuk mereka maupun bagiku sendiri.

Terakhir, 10 Maret 2008 kemarin, aku dengan sepeda motor mengiringi ambulans yang membawa jenazah adik sepupu jauhku (yang meninggal dunia mendadak dalam usia 28 tahun) dari rumah sakit pulang ke rumahnya. Kematian memang sungguh sebuah rahasia Ilahi yang tak pernah bisa kita duga hadirnya.

Suatu saat, mungkin jenazahku akan dibawa dengan mobil jenazah pula. Kecuali jika aku mati di rumah dan jenazahku cukup dibawa dengan berjalan kaki menuju tempat peristirahatan terakhirku nanti. Setidak-tidaknya aku sudah berpengalaman naik mobil jenazah, kendati tak sekerap supir kendaraan tersebut.

Sempat terpikirkan olehku, apakah mereka yang karena pekerjaannya biasa berhadapan dengan jenazah, seperti : dokter, petugas paramedis, polisi, supir mobil jenazah, petugas perawatan jenazah, penggali kubur, dan penjaga makam, menjadi lebih siap dan berani menghadapi kematian mereka sendiri, ketimbang kita yang tak biasa berhadapan dengannya?Entahlah, mungkin saja. Tapi bagiku sendiri, semoga peristiwa kematian yang telah menimpa orang-orang dekatku bisa menjadi isyarat tersendiri untuk selalu mempersiapkan diri, jika ajalku tiba suatu hari. Amin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline