Lihat ke Halaman Asli

Gedung Baru DPR Sebaiknya Dibangun di Kota Calon Ibu Kota Negara

Diperbarui: 25 Agustus 2017   15:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gedung DPR RI. Bogor Today

Anggota DPR RI ingin membangun gedung baru menggantikan gedung Nusantara I yang kini ditempati. Alasannya karena gedung itu kini sudah over kapasitas dan sudah tidak mampu menampung para anggota dewan yang berkantor di dalamnya. Di samping itu juga bagian bangunan sudah ada yang retak-retak dan struktur bangunannya sudah miring.

Wakil Ketua DPR RI Anthon Sihombing membandingkan gedung DPR dengan gedung BPK dan MK yang dianggapnya jauh lebih nyaman. Dalam pemberitaan di akun twitter @DPR_RI Rabu (23/8/2017) Anthon membandingkan gedung MK yang satu lantai hanya ditempati tiga hakim beserta dua peneliti dan dua sekretaris administrasi. Sedangkan gedung Nusantara I ditempati 560 anggota dewan yang setiap anggota memiliki tujuh staf untuk membantu bekerja. Terlebih menurutnya Setiap hari ada 5.000 orang yang berkunjung di gedung itu. Padahal idealnya gedung sebesar itu cukup ditempati 80 orang saja.

Pembangunan gedung baru itu setidaknya membutuhkan anggaran Rp 7,25 triliun dan nantinya akan dilaksanakan secara multiyears karena besarnya anggaran yang dibutuhkan. Ketika anggota dewan periode 2014-2019 selesai jabatan kelak belum tentu gedung baru rampung dibangun. Rencana pembangunan gedung baru DPR ini sebenarnya wacana yang sudah lama. Bahkan pada 2015 lalu Presiden RI Joko Widodo disebut telah menyetujui usulan para anggota dewan yang menginginkan gedung baru. Namun pada tahun ini belum diketahui sikap Jokowi apakah tetap menyetujui atau berubah pikiran.

Wacana pembangunan gedung baru DPR kekinian sulit dipahami ketika pemerintah beberapa waktu lalu mewacanakan pemindahan ibukota negara di luar Pulau Jawa. Jokowi sebelumnya telah meminta Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional atau Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengkaji secara mendalam wacana ini. Pulau Kalimantan disebut sebagai lokasi yang tepat dijadikan ibukota baru. Diharapkan kajian rampung 2018 mendatang dan segera dilakukan kegiatan pemindahan ibukota.

Dengan pemindahan ibu kota negara diharapkan akan mengurangi kepadatan Jakarta yang kini sebagai pusat pemerintahan dan bisnis. Pemindahan pusat pemerintahan di luar Pulau Jawa juga diharapkan dapat memeratakan pembangunan yang selama ini lebih terpusat di Jawa. Wacana ini sebenarnya sudah pernah dicetuskan Presiden RI ke-I, Soekarno yang ingin memindahkan ke Palangkaraya, Kalimantan. Namun itu tidak sampai berhasil.

Tentu saja dengan berpindahnya ibu kota negara akan turut memindahkan gedung-gedung perkantoran pemerintah sebagai penunjang kegiatan pemerintahan negara. Gedung-gedung baru harus dibangun di ibukota baru dan gedung-gedung perkantoran pemerintahan di Jakarta akan ditinggalkan. Ketika wacana itu terwujud gedung-gedung yang mendesak untuk dibangun terlebih dahulu adalah gedung-gedung lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. Misalnya saja Istana Negara untuk berkantor Presiden dan Wakil Presiden, gedung-gedung kementerian, MPR, MK, dan tentu saja DPR RI.

Sementara di sisi lain kini anggota dewan justru ingin segera dilakukan pembangunan gedung DPR di Jakarta. Kalau begitu berarti ada beberapa kemungkinan akan terjadi. Bisa saja wacana pemindahan ibukota negara tidak pernah ada atau ibukota negara tetap pindah sedangkan anggota dewan tetap berkantor di Jakarta. Bisa juga setelah ini akan dibangun dua gedung DPR baru di Jakarta dan satunya lagi di kota calon ibukota negara.

Batalnya pemindahan ibu kota negara bisa saja ketika dari hasil kajian Bappenas tidak memungkinkan dipindah sehingga Jokowi nantinya menyetujui pembangunan gedung DPR di Jakarta. Kalaupun pemerintah ngotot ibu kota dipindah masih bisa batal ketika para anggota dewan tidak pernah menyetujui dengan berbagai pertimbangan, yang mungkin saja masih betah berkantor di Jakarta karena dekat dengan pusat bisnis. Mengingat salah satu syarat pemindahan ibu kota harus ada persetujuan DPR sebagai lembaga legislatif.

Kemungkinan kedua bisa juga terjadi karena anggota dewan berasumsi bahwa legislatif tidak harus berdekatan dengan eksekutif. Meskipun pemerintah berkantor di seberang pulau dan DPR berkantor di Jakarta roda pemerintahan masih bisa berjalan. Dari Jakarta para anggota dewan, terlebih dengan perkembangan zaman yang kekinian masih bisa mengawasi jalannya pemerintahan di pulau lain. Antara lembaga legislatif dan eksekutif ini juga masih bisa saling berkoordinasi atau sering mengadakan rapat bersama membahas segala persoalan bangsa karena sudah ada pesawat dan hotel yang mereka tidak perlu khawatir keluar biaya besar karena sudah dibiayai negara.

Bisa pula nantinya akan ada dua gedung DPR baru yang dibangun, satunya di Jakarta dan satunya lagi di kota calon ibukota. Gedung baru yang segera mendesak dibangun tentu saja yang di Jakarta. Sementara kalau pemerintah jadi pindah ibukota silahkan saja membangun segala infrastruktur baru di ibukota baru. Setelah segala infrastruktur lengkap saatnya yang terakhir membangun gedung DPR baru di kota calon ibukota. Baru kemudian para anggota dewan bisa pindah meninggalkan gedung baru di Jakarta untuk menempati gedung baru di ibukota baru. Dengan begitu begitu kinerja anggota dewan tidak akan terganggu.

Sementara gedung baru di Jakarta bisa dialihfungsikan untuk yang lain, bisa pula dirobohkan atau bisa tetap digunakan sebagai kantor anggota dewan, sehingga mereka memiliki dua kantor. Fungsi kantor di Jakarta juga jelas karena berada di dalam pusat bisnis. Mengenai anggaran tidak perlu dirisaukan karena sudah menggunakan APBN yang bersumber dari berbagai pendapatan negara termasuk dari pajak masyarakat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline