MALANG - Sepucuk surat dilayangkan takmir Masjid Jami' ke Majelis Jemaat Gereja Protestan Indonesia Barat (GPIB) Immanuel, Selasa (13/6). Surat yang ditandatangani Ketua Takmir Masjid Jami' KH Zainuddin A Muchit dan Sekretaris KH Moch Effendi itu berisi permakluman bahwa solat Ied atau Idul Fitri dilaksanakan pada Minggu (25/6) mendatang.
Dua tempat ibadah umat Islam dan Protestan tersebut lokasinya berdampingan di Jalan Merdeka Barat, Kota Malang. Melalui surat itu pihak masjid memberitahukan bahwa solat Ied nantinya akan memanfaatkan sepanjang Jalan Merdeka Barat karena diperkirakan masjid tidak dapat menampung seluruh jamaah. Mengingat setiap Idul Fitri akan banyak umat Islam yang berbondong-bondong untuk solat Ied.
Dengan demikian akses Jalan Merdeka Barat dan sekitarnya di bundaran Alun-alun Kota Malang akan tertutup. Termasuk tertutupnya akses menuju GPIB Immanuel yang lokasinya satu jalan dengan Masjid Jami'. Sementara hari Minggu pagi adalah saatnya umat Kristen untuk beribadah kebaktian di gereja setiap pekan.
Sesuai jadwal normal jemaat GPIB Immanuel biasa memulai kebaktian pukul 08.00 WIB. Sedangkan solat Ied dimulai pukul 06.00 WIB. Namun meski solat sebetulnya sudah selesai sebelum pukul 08.00 tetapi takmir diperkirakan memerlukan waktu untuk membereskan tempat berlangsungnya solat yang tidak sebentar.
"Saya sudah buat surat dan tadi (kemarin) sudah kami berikan mengenai tanggal 25 pas hari Minggu kita solat Ied. Kita memberitahukan akan pakai sepanjang Jalan Merdeka Barat dna sekitarnya serta Alun-alun untuk solat. Dengan pemberitahuan ini kami mohon permakluman jam sembilan kita sudah selesai semua," ujar Effendi saat ditemui di Masjid Jami'.
Kegiatan dua tempat ibadah yang waktunya saling bersamaan ini menurutnya tidak sekali ini saja terjadi. Karena itu dibutuhkan komunikasi yang baik antara pengurus masjid dan gereja ini. Menurut dia, dibutuhkan kebesaran hati pengurus kedua tempat ibadah ini untuk saling menjaga toleransi. Kegiatan yang mendatangkan umat dalam jumlah besar akan diprioritaskan untuk didahulukan. Tidak saja takmir masjid, pengurus gereja juga berkirim surat ke takmir masjid apabila ada kegiatan yang besar dan mendatangkan banyak jemaat. Sehingga selama berabad-abad kedua bangunan tempat ibadah ini berdiri berdampingan tidak ada konflik antara keduanya.
"Kalau kegiatan waktunya sama sering, harus ada yang mengalah. Dari dulu tidak ada masalah antara kami dengan gereja, rukun-rukun saja," ucapnya.
Sementara itu, Majelis Jamaat GPIB Immanuel mengaku sudah menerima surat yang dilayangkan Takmir Masjid Jami'. Pengurus gereja dengan surat itu berencana akan mengundurkan jadwal kebaktian gereja yang biasanya dimulai pukul 08.00 menjadi pukul 08.30 WIB. Namun mereka masih akan membahasnya dengan pengurus gereja lain dan mengumumkan perubahan jadwal ke jemaatnya. Setelah itu, pengurus gereja akan mengirim surat balasan ke takmir masjid.
"Dengan pemberitahuan ini kami akan menunda ibadah kami, estimasinya mereka solat Ied pukul 06.00 selesai pukul 07.00 tapi membersihkan koran, tenda, parkir juga butuh waktu, 08.30 bisa selesai semua dan kita sama-sama bisa menjalankan ibadah," ujar Ketua Majelis Jemaat GPIB Immanuel Pendeta Richard Agung Sutjahjono saat ditemui di GPIB Immanuel.
Ketua II Majelis Jamaat GPIB Immanuel Wido Pradipto menambahkan, toleransi antara kedua tempat ibadah ini sudah terjalin dengan baik sejak berabad-abad lamanya. Ia mencontohkan tahun lalu ketika Natal bertepatan dengan Maulid Nabi, pengurus gereja juga berkirim surat permakluman karena mendatangkan jemaat dalam jumlah besar.
"Tahun lalu kita juga kirim surat ke masjid, kita juga diundang datang waktu ada haul, kalau ada kegiatan ibadah mendatangkan umat banyak, biasanya antara kita dengan masjid saling mengundang kalu tidak berkirim surat," ungkapnya.
Solat Ied saat hari Minggu dan bertepatan dengan kebaktian bukan kali ini saja, pada Idul Fitri 2014 juga demikian. Bahkan ketika itu Ketua Umum Takmir Masji Jami' KH Zainuddin A Muchit meminta maaf kepada Majelis Jamaat GPIB Immanuel karena solat Ied harus menunda ibadah kebaktian. Saat itu kisah tersebut mendapatkan perhatian dunia. Bahkan Takmir Masjid Jami' dan Majelis Jamaat GPIB mendapatkan penghargaan dari Komunitas Gusdurian karena toleransinya itu.