Indonesia sudah dikenal dunia lewat kejayaan rempah-rempahnya yang sempat membuat banyak kerajaan di Eropa berlomba untuk menemukan negeri ini.Namun kisah itu hanya romantisme kejayaan Indonesia di masa lalu, kini Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari ratusan suku bangsa berdiri ditengah tantangan dan ancaman masa depan yang semakin global. Demografi Sumber Daya Manusia (SDM) di Indonesia dapat dikatakan yang paling beragam untuk dipersatukan dibawah bendera yang sama. Penduduk Indonesia saat ini sebagian besar terdiri oleh usia angkatan muda yang menjadi potensi besar bagi kemajuan Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang selalu positif semenjak krisis yang terjadi tahun 1998 membawa angin segar bagi Indonesia dipercaturan global. Indonesia kini menjadi tujuan utama investasi yang tidak hanya menawarkan potensi pasar domestik nomor 4 dunia, namun juga Sumber Daya Alam (SDA) yang dikeruk sejak zaman kolonial hingga saat ini masih menyimpan kekayaan yang luar biasa. Kerap kali terdengar berita bahwa ini adalah momen kebangkitan Indonesia si “Macan Asia yang tertidur” dimana dengan kondisi kekiniannya dianggap memiliki potensi besar untuk kembali menunjukan taringnya kepada dunia.
Tahun 2015 mendatang, Indonesia akan tergabung dalam AEC (ASEAN Economic Community) yang merupakan perwujudan peran Indonesia di regional kawasan Asia Tenggara. Dengan bergabungnya Indonesia dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN maka peran orang Indonesia saat ini menjadi semakin terbuka dengan dunia internasional. Di dunia yang semakin mengglobal ini menjadi bagian dari pergaulan komunitas masyarakat dunia menjadi suatu keharusan. Di era keterbukaan ini potensi SDM Indonesia harus dimaksimalkan agar kita tidak hanya menjadi penonton dan mampu menjadi pemain yang memiliki andil besar di dunia internasional.
Pendidikan merupakan gerbang utama untuk memajukan suatu negara, namun di Indonesia masih banyak masyarakatnya yang belum terjangkau oleh fasilitas pendidikan yang mumpuni. Bukan hanya fasilitas pendidikan yang minim, masalah pendidikan juga datang dari pola pikir masyarakat Indonesia yang belum sepenuhnya menyadari pentingnya pendidikan bagi kami anak-anak muda generasi penerus Indonesia. Sungguh tidak dapat dibayangkan bagaimana nasib bangsa dan negara ini ketika para pemudanya tidak berpendidikan. Percuma kita memiliki SDA yang begitu kaya namun negara asing yang mengeruk kekayaan itu karena ketidakmampuan kita untuk mengolahnya. Potensi Indonesia untuk maju menjadi nol saat generasi penerusnya tidak dapat berperan lebih karena keterbatasan pengetahuan. Sebagian besar masyarakat Indonesia yang tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi beralasan bahwa kondisi ekonomi merupakan faktor penghalang mereka. Pemerintah Indonesia terus berusaha menyetarakan biaya pendidikan tinggi dan menggelontorkan dana untuk beasiswa yang jumlahnya begitu besar. Hal itu disambut positif oleh generasi penerus Indonesia yang memiliki semangat untuk maju dan berkembang dalam kondisi apapun.
Meskipun ekonomi Indonesia berkembang dengan baik bukan berarti tidak menyisakan masalah bagi negara ini. Jumlah penduduk miskin memang berkurang secara angka statistik, namun ancaman terbesar Indonesia adalah saat kran perdagangan bebas dibuka maka akan ada puluhan juta jiwa yang terancam menjadi penonton karena kualitas SDM yang tidak memenuhi kualifikasi. Kekhawatiran terbesar saat Indonesia memutuskan lebih terbuka adalah jumlah kemiskinan semakin bertambah karena aktor asing yang lebih mampu berperan mengelola potensi di negara kita ini. Subsidi pemerintah untuk mengamankan angka kemiskinan agar tidak terus bertambah cukup baik dalam upaya mengentaskan kemiskinan. Namun tidak selamanya kita bisa menikmati subsidi itu, kita perlu berbenah dan membenahi Indonesia agar mampu mewujudkan masyarakat yang maju dan sejahtera.
Saya adalah bagian dari 40 juta pemuda Indonesia yang saat ini terancam menjadi penonton di rumah sendiri saat Indonesia memutuskan untuk ikut dalam nota kesepakatan zona ekonomi bebas. Dari total penduduk Indonesia saat ini, jumlah mahasiswa dan pemuda yang menuntut ilmu di jenjang perguruan tinggi prosentasenya sebesar 2%. Dimana kami juga menyadari tanggung jawab sebagai generasi yang akan meneruskan estafet kehidupan berbangsa dan bernegara ini. Kesempatan kami untuk berbicara dan berperan lebih banyak terbuka luas, kami memiliki kebebasan berekspresi dan berkontribusi terhadap negara dalam hal apapun.
Pertanyaan terbesar yang hadir saat ini adalah seberapa kuat perjuangan kami dan 240 juta penduduk Indonesia untuk menjawab potensi dan ancaman bagi Indonesia di esok hari dengan optimisme dan kerja keras untuk mewujudkan cita-cita luhur Indonesia.
Semua bergantung pada saya, Anda, serta kita semua sebagai masyarakat Indonesia. Apakah kita mau jadi bangsa yang pesimistis dan takut dengan perubahan hingga kita tidak pernah maju satu langkah pun karena kita tidak pernah mau mencoba dan bekerja sekeras mungkin.
Atau Anda memilih untuk tidak peduli, membiarkan perpecahan negara ini terjadi dimana-mana dan tutup mata melihat kemerosotan moral kebangsaan di masyarakat luas. Maukah kita maju bersama? Atau hidup susah saling menjatuhkan lalu pecah?
Saya memilih untuk optimis menjawab tantangan yang memanggil Indonesia untuk menunjukan “taring”nya. Saya dan pemuda Indonesia lainnya memiliki rasa kepercayaan diri yang tinggi dan membawa angin perubahan untuk Indonesia yang lebih baik. Kami adalah representasi masyarakat Indonesia yang optimis dan memiliki pemikiran terbuka serta semangat juang untuk selalu maju dan berkembang. Kami mampu bekerja keras untuk menjawab tantangan zaman. Bagaimana dengan Anda?
Inilah kami, pemuda Indonesia yang optimis dan mau berusaha.
Inilah potret Indonesia dimasa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H