Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) saat ini menghadapi ujian berat terkait kepemimpinannya di tengah dinamika geopolitik kawasan yang semakin kompleks.
Meskipun memiliki potensi ekonomi dan strategis yang besar, ASEAN kerap kali menunjukkan ketidakmampuan dalam mengatasi berbagai tantangan internal maupun eksternal. Masalah itu sangat jelas menguji relevansi dan kohesinya sebagai organisasi regional.
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-44 dan ke-45 yang baru saja berlangsung di Vientiane, Laos pada 9-10 Oktober 2024 semakin menegaskan lemahnya kepemimpinan ASEAN di kancah global.
Pertemuan yang dihadiri para pemimpin negara anggota ASEAN serta mitra dialog seperti Amerika Serikat, Tiongkok, Jepang dan Korea Selatan ini gagal menghasilkan keputusan konkret terkait berbagai isu krusial, mulai dari situasi di Myanmar, sengketa Laut China Selatan (LCS), hingga penguatan kerja sama ekonomi kawasan (Laotian Times, 2024).
Salah satu contoh nyata lemahnya kepemimpinan ASEAN terlihat dalam penanganan krisis Myanmar. Meskipun perwakilan Myanmar hadir dalam KTT ASEAN kali ini setelah tiga tahun absen pasca kudeta militer Februari 2021, kehadiran ini tidak diikuti oleh kemajuan signifikan dalam implementasi Konsensus Lima Poin.
Kehadiran perwakilan Myanmar tidak boleh dilihat sebagai kemajuan signifikan jika tidak diikuti komitmen nyata junta untuk mengimplementasikan Konsensus Lima Poin (Pongsudhirak, 2024).
Ketidakmampuan ASEAN dalam mencapai konsensus terkait krisis Myanmar mencerminkan kelemahan fundamental dalam prinsip pengambilan keputusan organisasi ini. Dr. Marty Natalegawa, mantan Menteri Luar Negeri Indonesia, mengkritik bahwa ASEAN perlu meninjau kembali prinsip non-intervensi dan pengambilan keputusan berdasarkan konsensus dalam menghadapi krisis-krisis kawasan.
Kegagalan ASEAN untuk bersikap tegas terhadap junta Myanmar telah merusak kredibilitas organisasi ini di mata dunia internasional.
Lemahnya kepemimpinan ASEAN juga terlihat jelas dalam penanganan sengketa Laut China Selatan. Klaim tumpang tindih antara beberapa negara anggota ASEAN dengan Tiongkok telah memicu ketegangan di kawasan strategis ini, namun ASEAN gagal mengambil sikap yang tegas dan terpadu.