Lihat ke Halaman Asli

Ludiro Madu

TERVERIFIKASI

Dosen

Krisis Myanmar, Ujian Berat bagi Kredibilitas dan Relevansi ASEAN

Diperbarui: 9 Oktober 2024   19:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

KTT ASEAN 2024 yang berlangsung pada 8-11 Oktober 2024. (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/aww.)

Menjelang Konferensi Tinggat Tinggi (KTT) ASEAN 9-11 Oktober 2024, ASEAN tetap dihadapkan pada persoalan pelik yang mengancam kredibilitas dan relevansinya. Persoalan itu adalah krisis Myanmar sejak kudeta militer pada Februari 2021.

ASEAN sebenarnya telah mengeluarkan Konsensus Lima Poin (Five-Point Consensus) sebagai upaya awal untuk menyelesaikan konflik. Namun begitu, pendekatan ini dinilai gagal karena sikap keras kepala militer Myanmar yang terus mengabaikan seruan internasional dan ASEAN sendiri. 

Di tengah kebuntuan ini, ASEAN dihadapkan pada tantangan mempertahankan kredibilitas dan pengaruhnya di tengah semakin mendalamnya krisis politik dan kemanusiaan di Myanmar sejak 2021.

Kompleksitas Krisis Myanmar

Kudeta militer di Myanmar telah menyebabkan eskalasi konflik antara militer, kelompok oposisi, dan etnis minoritas bersenjata. Junta militer, yang dikenal dengan Dewan Administrasi Negara (State Administrative Council), telah menunjukkan sikap tidak kooperatif. 

SAC selalu menolak perundingan politik yang melibatkan pemerintah bayangan, National Unity Government (NUG), yang mewakili oposisi utama. Kekerasan militer juga terus meningkat, termasuk serangan udara terhadap warga sipil, yang telah dikutuk oleh komunitas internasional.

Selain itu, junta militer mencoba melegitimasi kekuasaannya melalui rencana pemilihan umum, yang menurut banyak pihak hanyalah "pemilu palsu" yang tidak akan memberikan solusi nyata bagi krisis ini. Tindakan junta ini telah menambah ketidakstabilan di Myanmar, dan pemilu yang direncanakan hanya akan memperparah konflik. 

Banyak pengamat internasional, termasuk dari ASEAN, menilai bahwa pemilu yang dikelola oleh militer tidak akan kredibel dan hanya akan memperkuat cengkeraman junta atas kekuasaan. Selain itu, janji pemilu dianggap sebagai strategi junta militer memperpanjang kekuasaannya.

Konsensus Lima Poin

Sejak dikeluarkannya Konsensus Lima Poin, ASEAN diharapkan dapat menjadi mediator utama dalam menyelesaikan konflik di Myanmar. Namun, implementasi dari konsensus ini terhambat oleh kurangnya kemauan politik dari junta untuk mematuhi poin-poin yang disepakati. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline