Dalam lanskap geopolitik yang semakin kompleks, Indonesia dihadapkan pada dilema signifikan terkait konsep "tatanan global berbasis aturan" (rules-based order). Konsep ini telah menjadi narasi dominan dalam wacana kebijakan luar negeri negara-negara Barat
Selain itu, tatanan semacam itu juga muncul sebagai respons terhadap pergeseran dinamika global, terutama kebangkitan Tiongkok atau China dan sikap revisionis Rusia (Lehne, 2024). Bagi Indonesia, menavigasi tantangan ini memerlukan keseimbangan yang cermat antara mendukung prinsip-prinsip internasional dan mempertahankan kepentingan nasional.
Tatanan global berbasis aturan pada dasarnya merujuk pada sistem internasional yang diatur oleh norma-norma dan institusi yang disepakati bersama, bukan oleh kekuatan semata. Konsep ini menekankan pentingnya hukum internasional, kerja sama multilateral, dan penyelesaian sengketa secara damai.
Bagi negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat, mempromosikan tatanan berbasis aturan dilihat sebagai cara untuk mempertahankan stabilitas global. Lebih jauh, tatanan itu dapat melindungi kepentingan mereka di tengah meningkatnya persaingan geopolitik.
Mesir begitu, konsep ini tidak lepas dari kritik. Tiongkok dan Rusia, misalnya, menganggap narasi tatanan berbasis aturan sebagai upaya Barat untuk mempertahankan hegemoni mereka (Lehne, 2024).
Mereka berpandangan bahwa aturan-aturan internasional seharusnya disepakati oleh semua negara, bukan hanya oleh segelintir negara kuat. Sementara itu, negara-negara Global South, termasuk Indonesia, sering melihat konsep ini sebagai upaya untuk mempertahankan status quo yang tidak adil dalam sistem internasional (Acharya, 2023).
Kepentingan Indonesia
Bagi Indonesia, dilema ini semakin kompleks karena posisinya yang unik. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan ekonomi yang bergantung pada perdagangan internasional.
Indonesia juga berkepentingan mempertahankan sistem internasional yang stabil dan berbasis aturan. Kepatuhan terhadap hukum internasional, terutama Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS), sangat penting bagi kepentingan maritim Indonesia.
Di sisi lain, prinsip politik luar negeri bebas aktif Indonesia mengharuskan negara ini untuk mempertahankan independensinya dan tidak secara eksplisit memihak blok kekuatan mana pun (Weatherbee, 2022). Kondisi inj menciptakan tantangan dalam menavigasi persaingan geopolitik antara AS dan Tiongkok, serta dalam merespons konsep tatanan berbasis aturan yang sering dipersepsikan sebagai agenda Barat.