Lihat ke Halaman Asli

Ludiro Madu

TERVERIFIKASI

Dosen

Asia Tenggara Masih Penting Bagi AS Setelah Biden?

Diperbarui: 22 September 2024   07:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony J Blinken berjalan saat akan berfoto bersama ketika mengikuti Pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN (PMC) bersama Amerika Serikat di Jakarta, Jumat (14/7/2023). | ANTARA/M RISYAL HIDAYAT via Kompas.id

Asia Tenggara telah lama menjadi wilayah penting dalam strategi geopolitik Amerika Serikat (AS). Dalam konteks geografis, kawasan ini menghubungkan Samudera Hindia dan Pasifik, menjadikannya jalur perdagangan vital bagi banyak negara, termasuk AS. 

Secara ekonomi, negara-negara ASEAN merupakan mitra dagang utama AS. Perdagangan negara-negara di kawasan ini secara individual lebih besar ketimbang di antara mereka di kawasan AsiaTenggara. 

Kepentingan strategis AS juga sangat signifikan di kawasan ini. Beberapa negara, seperti Filipina dan Singapura, menyediakan akses militer krusial bagi AS di kawasan Indo-Pasifik (Kuok, 2024). 

Namun, pengaruh AS di Asia Tenggara kini tengah menghadapi tantangan serius dari Tiongkok. Survei terbaru ISEAS-Yusof Ishak Institute menunjukkan untuk pertama kalinya mayoritas responden di ASEAN memilih Tiongkok sebagai negara yang harus mereka selaraskan jika terpaksa memilih antara AS atau Tiongkok (Kuok, 2024). 

Kenyataan ini mencerminkan memudarnya dukungan terhadap AS di kawasan yang dianggap kritis dalam persaingan strategis dengan Tiongkok. Apalagi kehadiran AS di kawasan semakin berkurang ketimbang pada masa Perang Dingin.

Beberapa faktor berkontribusi pada menurunnya pengaruh AS. Pertama, keterlibatan ekonomi Tiongkok yang masif melalui Belt and Road Initiative (BRI) dipandang positif oleh banyak negara ASEAN. 

Kedua, kebijakan AS terkait konflik Israel-Hamas dinilai bias dan menuai kritik keras terutama dari negara-negara mayoritas Muslim, seperti Indonesia dan Malaysia. 

Ketiga, persepsi bahwa AS terlalu konfrontatif terhadap Tiongkok menimbulkan kekhawatiran akan ketegangan yang merugikan kawasan (Kuok, 2024).

Di sisi lain, AS masih memiliki dukungan kuat di beberapa negara seperti Filipina, Vietnam dan Singapura. Hubungan pertahanan dengan Filipina juga mengalami penguatan signifikan di bawah pemerintahan Biden. 

Meski demikian, pengaruh AS di kawasan ini dapat dikatakan tengah merosot dibandingkan Tiongkok (Kuok, 2024). Apalagi, kita juga melihat kehadiran Uni Soviet di kawasan ini tidak bisa digantikan Rusia paska-Perang Dingin.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline