Lihat ke Halaman Asli

Ludiro Madu

TERVERIFIKASI

Dosen

Pilar-pilar Komunitas ASEAN: Masih Relevan Menghadapi Tantangan Kontemporer?

Diperbarui: 17 Juli 2024   01:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: REUTERS/Edgar Su

Sebagai satu-satunya organisasi regional di kawasan Asia Tenggara, Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) memiliki prinsip-prinsip dasar. Tujuannya adalah sebagai landasan untuk mengatur berjalannya organisasi kawasan itu.

Selain Deklarasi Bangkok 1967, ASEAN juga memiliki prinsip-prinsip lain sebagai kerangka dasar bagi integrasi regional. Kerangka itu dicanangkan dalam Deklarasi Bali Concord II pada tahun 2003 berisi Visi Komunitas ASEAN

Visi itu terdiri dari tiga pilar utama - Komunitas Politik-Keamanan (ASEAN political and Securiry Community/APSC), Komunitas Ekonomi (ASEAN Economic Community/AEC), dan Komunitas Sosial-Budaya (ASEAN Social and Culture Community/ASCC). Saat ini, relevansi dan efektivitas ketiga pilar ini terus diuji oleh berbagai tantangan kontemporer.

Saat ini ASEAN telah memiliki "Piagam ASEAN" (ASEAN Charter). Piagam itu bertujuan mentransformasikan ASEAN dari sebuah asosiasi politik yang longgar menjadi organisasi internasional yang memiliki dasar hukum yang kuat (legal personality), dengan aturan yang jelas, serta memiliki struktur organisasi yang efektif dan efisien.

Tiga Pilar Komunitas 

Komunitas Politik-Keamanan ASEAN (APSC) bertujuan menciptakan lingkungan regional yang stabil dan aman. Acharya (2014) menyatakan bahwa APSC mencerminkan aspirasi ASEAN untuk bergerak melampaui diplomasi ad hoc menuju pendekatan yang lebih terstruktur terhadap keamanan regional.

Namun, implementasi APSC menghadapi tantangan serius, terutama dalam menangani isu-isu seperti krisis Myanmar dan sengketa Laut China Selatan.

Krisis Myanmar, misalnya, telah menguji efektivitas APSC dalam mempromosikan stabilitas regional dan prinsip-prinsip demokrasi. Ketidakmampuan ASEAN untuk membuat kemajuan signifikan dalam krisis Myanmar menunjukkan keterbatasan struktural APSC dalam menangani krisis internal negara anggota. 

Ini mencerminkan dilema antara prinsip non-intervensi ASEAN dan komitmennya terhadap demokrasi dan hak asasi manusia. Dalam konteks Laut China Selatan, APSC telah berupaya memfasilitasi negosiasi Code of Conduct (CoC). 

Namun, Storey (2020) mengunkapkan meskipun ada kemajuan dalam negosiasi CoC, perbedaan kepentingan antara negara-negara anggota ASEAN dan antara ASEAN dan China tetap menjadi hambatan signifikan. Ini menunjukkan tantangan APSC dalam mengelola dinamika keamanan regional yang kompleks.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline