Lihat ke Halaman Asli

Ludiro Madu

TERVERIFIKASI

Dosen

Kisah Tiga Singa Inggris Terseok-Seok Menuju Puncak Eropa

Diperbarui: 14 Juli 2024   18:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://www.goal.com/en/lists/marcus-rashford-jordan-henderson-themselves-blame-euro-2024-snubs-winners-losers-england-gareth-southgate-crystal-palace/blt12d01ad628909fcd

Menjelang Inggris menantang Spanyol nanti, mengulik kisah Three Lions (Tiga Singa) tentu menarik. Apalagi petualangan mereka terseok-seok menuju final. Ada gurauan, Three Lions pernah kalah tapi bisa mencapai final. Itu seperti pulung (dalam bahasa Jawa) atau sebuah keberuntungan!

Di tanah Albion yang sarat legenda terdengar suara Tiga Singa mengaum kembali. Inggris, negeri yang mengklaim sebagai tempat kelahiran sepak bola modern, telah lama merindukan kejayaan di panggung Eropa. 

Kini, di musim panas 2024, mereka berdiri di ambang sejarah, siap mengukir nama mereka dalam kronik emas Piala Eropa. Perjalanan menuju final di Olympiastadion Berlin bukanlah jalan yang mulus. 

Seperti kisah-kisah kepahlawanan kuno, tim asuhan Gareth Southgate harus melewati berbagai rintangan dan cobaan. Terseok-seok mereka menekuni jalan menuju final pesta bola Eropa 2024.

Mereka memulai petualangan dengan langkah yang mantap sebenarnya. Mengalahkan Rumania dengan skor telak 3-0 di fase grup seharusnya menjadi awal baik bagi Inggris. 

Namun, kegembiraan itu segera terganti dengan kecemasan ketika mereka harus mengakui keunggulan Belanda dalam pertandingan kedua. Kekalahan itu bagaikan tamparan yang membangunkan Tiga Singa dari tidur panjangnya. 

Southgate, yang sempat mendapat kritikan pedas, menunjukkan keberanian dengan melakukan perombakan taktik dan formasi. Ia memutuskan untuk lebih mengandalkan kreativitas Jude Bellingham dan Phil Foden di lini tengah, keputusan yang terbukti ampuh di pertandingan-pertandingan selanjutnya.

Bellingham, si wonderkid dari Birmingham, menjadi jantung dari permainan Inggris. Di usianya yang baru menginjak 21 tahun, ia memimpin rekan-rekannya dengan kematangan yang melampaui usianya. 

Setiap sentuhannya terhadap bola seolah membawa napas baru bagi permainan Inggris yang selama ini sering dikritik terlalu kaku dan monoton. Pengalaman di Liga Spanyol dan Jerman memang mematangkan ketrampilannya menggocek bola dan memimpin Tiga Singa. 

Namun, perjalanan Inggris tentunya bukan hanya tentang individu. Ini adalah kisah tentang sebuah tim yang menemukan jati dirinya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline