Kedatangan Starlink di Indonesia merupakan langkah taktis dan signifikan dalam mewujudkan visi ‘tol langit’ Presiden Jokowi. Walaupun jargon itu mungkin sudah terlupakan, masuknya jaringan Starlink bisa saja terkait upaya mewujudkan tol langit itu.
Istilah tol langit digunakan Presiden Jokowi untuk menggambarkan sambungan bebas hambatan bagi sinyal internet di langit Indonesia. Sambungan internet itu diharapkan dapat menghubungkan seluruh wilayah di bumi Nusantara.
Dalam konteks itu, intervensi jaringan internet Starlink bertujuan untuk mengintegrasikan daerah pinggiran dan terpencil ke dalam ekosistem digital global. Kehadiran Starlink, layanan internet broadband satelit milik SpaceX, ke Indonesia menjanjikan pembangunan infrastruktur digital.
Starlink dapat dianggap sebagai gerbang globalisasi bagi masyarakat yang selama ini terpinggirkan dari revolusi digital. Globalisasi merupakan suatu proses integrasi ekonomi, politik, sosial, dan budaya yang melampaui batas-batas negara.
Globalisasi telah menjadi kekuatan penggerak utama di era modern ini. Dengan perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi (TIK) yang pesat, globalisasi telah mengalami percepatan yang luar biasa. Melalui penyebaran TIK, bebas informasi dan komunikasi lintas batas berlangsung secara bebas, tanpa hambatan.
Starlink, dengan jaringan satelitnya, menjanjikan konektivitas tanpa batas, menghapus hambatan geografis yang selama ini membatasi daerah terpencil (Smith, 2020). Globalisasi melalui teknologi informasi dan telekomunikasi telah membawa perubahan besar dalam kehidupan masyarakat.
Manuel Castells (2000), seorang sosiolog terkemuka, mengungkapkan bahwa masyarakat jaringan (networking society), yang lahir dari revolusi teknologi informasi yang menggabungkan berbagai budaya, adalah struktur sosial yang dominan pada abad ke-21.
Dengan kata lain, kemampuan untuk terhubung secara global melalui jaringan komunikasi digital telah menjadi faktor penting dalam pembentukan masyarakat modern.
Jurang digital
Namun demikian, globalisasi melalui TIK juga tidak bisa menyembunyikan masalah. Kehadiran TIK, khususnya koneksi internet, memang mencoba mengatasi dan, sekaligus, menimbulkan jurang digital (digital divide).
Salah satunya adalah akses yang tidak merata terhadap infrastruktur digital. Akibatnya, ada jurang digital yang semakin melebar antara daerah perkotaan dan pedesaan. Alampay (2006) menggambarkan bahwa jurang digital antara kawasan perkotaan dan pedesaan merupakan salah satu tantangan utama dalam pembangunan teknologi informasi dan komunikasi di negara-negara berkembang.