Lihat ke Halaman Asli

Ludiro Madu

TERVERIFIKASI

Dosen

Nasionalisme Teknologi dalam Rivalitas AS-China

Diperbarui: 7 Mei 2024   12:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok FirstPost

Dinamika geopolitik kontemporer saat ini diwarnai oleh persaingan strategis antara Amerika Serikat (AS) sebagai hegemon global dan kekuatan-kekuatan baru yang menantang dominasinya, terutama China. Yang menarik adalah persaingan kedua negara itu tidak melulu berada di ranah militer-pertahanan.

Persaingan mereka semakin intens di bidang teknologi tinggi, seperti semikonduktor, kecerdasan buatan, energi (nikel dan listrik), dan jaringan telekomunikasi generasi kelima (5G).

Capri menamakan pertarungan kedua negara adidaya itu sebagai fenomena nasionalisme teknologi atau techno-nationalism

Kecenderungan techno-nationalism itu menjadi ciri khas penting dari persaingan ini, di mana negara-negara berupaya mengontrol aliran teknologi lintas batas demi kepentingan nasionalnya (Capri, 2020).

Perang dagang AS-China yang melibatkan produk Huawei juga ditengarai berawal dan berujung pada nasionalisme teknologi itu.

Resistensi AS terhadap kebangkitan teknologi China mencerminkan kekhawatiran mendalam akan tergerusnya keunggulan ekonomi dan militer AS.

Seorang pakar geopolitik, Fareed Zakaria (2023), menjelaskan jika sebuah negara menduduki posisi nomor satu di dunia dan melihat negara lain mengejarnya, maka negara itu akan mencoba memperlambatnya.

Upaya AS membatasi akses China ke teknologi chip canggih dilakukan melalui serangkaian upaya. Sanksi dan tekanan diplomatik terhadap sekutu-sekutunya, seperti Belanda, merupakan manifestasi nyata dari kekhawatiran AS.

Namun demikian, efektivitas jangka panjang dari pendekatan AS ini dipertanyakan oleh beberapa pakar. Abishur Prakash (2023), misalnya, berpendapat bahwa memblokir akses China ke chip tidak akan menghentikan ambisinya, namun justru berpotensi mempercepat upayanya untuk mencapai kemandirian teknologi. 

Selanjutnya, pembatasan ini pada akhirnya akan merugikan perusahaan-perusahaan AS sendiri. Pasalnya, selama ini perusahaan -perusahaan itu ternyata telah menikmati keuntungan besar dari pasar China yang luas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline