Setelah pembahasan yang panjang sejak 2007, Indonesia dan Singapura akhirnya meratifikasi perjanjian ekstradisi pada 2024. Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Singapura mulai memberlakukan secara efektif perjanjian tentang ekstradisi buronan per tanggal 21 Maret 2024.
Meski membuka peluang baru dalam kerjasama penegakan hukum, proses ratifikasi ini tidak terlepas dari tarik-ulur diplomatik serta konsesi yang harus diberikan Indonesia. Karena itu, pertanyaan menariknya adalah apa manfaat relative dari kesepakatan itu?
Studi Hubungan Internasional mengenal konsep relative gains (manfaat relatif) yang kerap dipakai sebagai pertimbangan utama bagi negara-negara dalam menjalin kerjasama atau perjanjian internasional.
Konsep ini merujuk pada perbandingan antara keuntungan yang diperoleh suatu negara dibandingkan dengan negara mitra kerjanya (Grieco, 1988). Sebuah negara akan mengkaji apakah kerjasama yang dijalin memberikan keuntungan secara proporsional bagi dirinya atau justru lebih menguntungkan mitra kerjanya (Powell, 1991).
Dalam konteks ratifikasi perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura, analisis relative gains menjadi penting untuk menilai apakah langkah ini benar-benar memberikan keuntungan signifikan bagi Indonesia.
Manfaat
Salah satu relative gain utama bagi Indonesia dari ratifikasi perjanjian ekstradisi adalah peluang untuk merepatriasi para buronan kasus korupsi dan kejahatan keuangan yang selama ini bersembunyi di Singapura (Bisnis.com, 2024). Ini tentunya menjadi keuntungan signifikan bagi upaya pemberantasan korupsi dan pengembalian aset negara yang dikorupsi.
Kasus BLBI misalnya, diperkirakan masih menyisakan aset senilai Rp1.233 triliun di Singapura yang dapat dikembalikan (Bisnis.com, 2024). Dari sudut pandang teori relative gains, hal ini dapat dipandang sebagai keuntungan yang jauh lebih besar bagi Indonesia dibandingkan Singapura (Grieco, 1988).
Selain itu, perjanjian ekstradisi juga mempersempit ruang gerak bagi pelaku kejahatan untuk melarikan diri dan melindungi hasil kejahatannya di Singapura. Ini dapat menciptakan efek pencegahan (deterrent) yang kuat bagi calon pelaku korupsi di Indonesia.
Selain aspek ekonomi dan hukum, perjanjian itu juga memberikan manfaat bagi kerjasama pertahanan kedua negara. Langkah ini memberikan keuntungan strategis bagi Indonesia dalam menjaga stabilitas keamanan nasional dan mencegah kebocoran keuangan negara (Powell, 1991). Di balik relative gains finansial dalam bentuk pengembalian aset, ratifikasi perjanjian ekstradisi ternyata juga memperkuat kerjasama keamanan dan hubungan bilateral Indonesia-Singapura secara umum.